Selasa, 05 Januari 2010

SMANSAKA: Nuri sigadis malang SMANSAKA

Malam sudah larut dan mendung menghiasi malam… hujan lebat mengguyur kota kandangan dengan lebat… Dalam sebuah gudang di SMAN 1 KDG tampak seorang gadis menangis. Mulutnya sibuk mengenyot sebatang kontol Gede milik seorang cowok hitam yang melnguh keenakan, dua cowok asyik memainkan sepasang payudara indah miliknya yang mencuat keluar dari balik seragamnya… nama gadis itu adalah Nuri Aulia Rahman, salah satu gadis yang cantik di SMU ini. Siapa yang tidak mengenalnya, bahkan guru-guru SMANSAKA banyak yang berfantasi bias nge-seks bareng Nuri.
“ AYOOO…!! ISEP YANG BENER….!!!!!!! “ Bentak Cowok itu sambil menampar wajah cantik Nuri.



Nuri.1

Dengan terpaksa Nuri mengenyot kontol itu lebih kuat. Tidak sampai 5menit mani cowok itu tumpah dimulut Nuri. Kepala Nuri dipegang erat oleh cowok itu hingga Nuri dengan terpaksa menelan Mani itu hingga habis.
Ketiga orang yg memperkosanya ini adalah temen sekelasnya yg menaruh nafsu kepada Nuri. Sepulang sekolah tadi, mereka menyergap Nuri dan menyeretnya kedalam gudang ini. Mereka tunggu sampai lingkungan sekolah sepi lalu mereka jalankan aksi jahanam mereka pada Nuri.
“… Hh… hh… Sudah.. hentikan… “ pinta Nuri memelas.
“ Enak aja lo ngomong, LOE MUSTI MUASIN KAMI PAKE MEMEK LOE NTU…!!! PAHAM!!!” Bentak si cowok hitam sambil menampar pipi Nuri dengan keras.
Nuri menangis dengan keras hingga nafsu ketiga cowok itu kembali memuncak. Mereka rebahkan tubuh Nuri lalu mereka tarik rok abu-abu Nuri hingga lepas dan memperlihatkan celana dalam putih yang dikenakan Nuri.
“ Aku akan lakuin apa aja… tapi tolong, jangan perkosa aku… Aku masih perawan…” jelas Nuri sambil menangis “AKH, AWWW….!!” Pekik Nuri saat putting payudaranya digigit oleh temennya.
Tubuh Nuri bergetar hebat saat memeknya dikorek-korek oleh temen cowoknya yang bernama Hasbi. Memeknya terasa sakit diperlakukan kasar macam itu.
“ GILA…!! Masih seret, bro..!!! kayaknya dia masih perawan, deh…” komentar Hasbi.
Karena sudah tidak kuat lagi menahan nafsunya Hasbi mengeluarkan kontolnya yang tegang dan menyodokkannya dengan keras kedalam memek Nuri. Nuri memekik kesakitan akibat penetrasi yang kasar itu.
AAAAAKHHH….!!! Lolongan Nuri terdengar memilukan. Seorang temen hasbi majudan memasukkan kntolnya yang hitam kedalam mulut Nuri dan memaju mundurkannya dengan cepat hingga membenam Suara pekikan Nuri.



NURI.2


CLEEP… CLEEP.. CLEEP...
Suara penis yang beradu dengan dindingt memek Nuri terdengar sampai keluar gudang itu. Tidak lama kemudian, spermapun tumpah membasahi memek Nuri. Nurimerasakan memeknya serasa sobek sehabis dihajar kontol Hasbi. Darah perawan Nuri mengalir keluar bersama dengan sperma yang meluber keluar.
“ GILA…!! Memek loe mantap…!!” puji Hasbi terengah-engah saking puasnya.
Tidak lama kemudian sperma kembali tumpah dimulut Nuri yang sudah kepayahan. Sebagian sperma yang banyak itu menetes dan mengenai seragam Nuri dan gunung kembar milik Nuri.
“S~sudah… Nuri capek…” lirih Nuri saat seorang lagi maju dan bersiap penetrasi kedalam liang surga Nuri.
Pria hitam tonggos itu menyeringa seram dan tanpa ampun dihantamkannya penis yang gede itu kedalam Liang Nuri. Sekali lagi Nuri memekik kesakitan. Pria itu bermain dalam tempo cepat hingga Nuri hanya bisa pasrah dengan kekejaman seks mereka.
“ARRRRRRRGHHHH….!!!! MATI LOE PELACUR JALANG!!!” pekik pria itu saat orgasme dahsyat melanda.
Nuri dapat merasakan ada sesuatu yang meledak-ledak dalam Vaginanya. Rasanya vaginanya mengalami bengkak yang hebat. Tubuhnya sakit semua dan harga dirinya terinjak-injak. Bulir air mata jatuh membasahi pipinya. Melihat keadaan Nuri yang seperti itu, nafsu hasbi Dkk naik lagi. Hasbi maju dan menindih tubuh Nuri. Disodokkannya kontol kebanggaannya kedalam vagina itu dengan cepat dan kasar. Nuri kali ini tidak dapat menjerit kiarena sudah sangat lemah. Mulutnya yang seksi disibukkan dengan penis salah satu dari mereka dan kedua payudaranya disedot dengan hebat para pemerkosanya.
Lagi asyik-asyiknya menyiksa Nuri, mendadak pintu terbuka dan tampak lima orang satpam SMANSAKA masuk kedalam. Namun bukannya takut, hasbi malah tersenyum menang.
“ Lama amat lu… nih gue persembahin pelacur baru kita… Nuri Aulia Rahman…” kata hasbi sambil terus memompa vagina Nuri.
Kelima satpam itu segera membuka celana dinas masing-masing dan mengeluarkan penis mereka yang udah tegang. Nuri membeliak ketakutan, kontol para satpam sekolah itu lebih gede dari punya temen-temennya. Dan dia harus memuaskan semuanya…!!??
“ARRRGGH..!!” hasbi menggeram saat orgasme melanda. Setelah mereka bertiga pua main-main dengan Nuri, mereka segera kepinggir gudang dan menonton permainan para satpam sekolah itu yang Nuri tidak bayangkan akan menikmati tubuhnya.
“ayo non, puasin kami…” kata satpam itu sambil menusuk lubang anus Nuri dengan kontolnya yang besar..
“OUUUGHH… AGGGHHHH…!!!” pekik Nuri kesakitan. Rasanya lubang duburnya sedang dibor.
Begitulah nasib Nuri malam itu, mereka menggilirnya bergantian dan menyemburkan spermanya di berbagai tubuh Nuri yang lemes. Dan terlebih lagi malam masih panjang…
Dan pastinya penderitaan gadis kandangan itu masih berlanjut….

################################################################################################################################################

Senin, 04 Januari 2010


Dina
href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEierUppr0q_tbhbLobBtyzV_RsrsKxH8z2DmoQON7G2IyLTlCm5Bf7u5fU4GMggUNwBy62_p6q14HIcmC31TiHDhxQM0QhE1Nta4Qwym-hneYAQBgcBNyXycdgFZbLH9vGH8RJaW26dbnc/s1600-h/Ernie.jpg">

Ani
Tomi adalah seorang mandor buruh sebuah pabrik Garment di kawasan Bandung. Dia bekerja sebagai seorang pengawas buruh dibagian produksi. Perangainya cukup sangar sikapnyapun tegas terhadap para buruh-buruh yang bekerja disitu. Dia tidak pelit dengan kata-kata kasar dan caci maki terhadap para buruh yang melakukan kesalahan. Bagi para buruh tidak ada pilihan lain selain bekerja dibawah tekanan mandor Tomi karena memang mencari pekerjaan lain sangatlah sulit.

Tomi diangkat oleh perusahaan sebagai seorang mandor karena dia memiliki latar belakang kehidupan yang keras, memang dia adalah seorang preman disebuah kawasan yang rawan kriminal di Bandung. Dengan harapan kedudukan Tomi sebagai mandor buruh, maka para buruh akan segan dan takut terhadap perusahaan.

Saat ini ada seorang mahasiswi yang kebetulan sedang tugas magang di pabrik itu namanya Ani, usianya masih 15 tahun dan dia adalah seorang Siswi SMK Teknik Industri pada sebuah SMU negeri yang terkenal di kota Kandangan . Ani cukup lincah dalam bekerja. Gadis cantik itu pintar dan rajin dalam melakukan tugas-tugasnya. Dia memiliki wajah yang imut-imut dan cantik sekali seperti mojang-mojang Bandung umumnya yang memiliki kulit putih bersih. Selama bekerja magang di pabrik itu, Tomi sering memperhatikan Ani. Potongan tubuhnya sintal padat proporsional dengan tinggi tubuhnya yang sekitar 160-an cukup membuat Tomi tertarik perhatiannya kepada Ani.

Penampilan Ani memang lain dibandingkan dengan gadis-gadis lainnya. Ani lebih senang menggunakan celana jeans dan baju yang ketat seperti umumnya penampilan seorang mahasiswi sehingga lekuk-lekuk tubuhnya terlihat jelas. Hal itulah yang membuat para lelaki dipabrik itu sering memandangi kemolekan tubuh Ani. Begitu pun dengan Tomi yang selalu mencuri-curi pandang melihat keindahan dan kemolekan tubuh Ani. Hal ini tidak disadari oleh Ani karena dia lebih serius untuk menyelesaikan tugas-tugasnya selama magang di pabrik itu.

Sesekali Tomi menyempatkan diri untuk memasang muka ramah dan bercakap-cakap dengan Ani hanya sekedar menukmati kecantikan wajah gadis tersebut. Padahal dengan karyawati atau buruh wanita yang lainnya boro-boro dia memasang muka ramah yang ada selalu tampang sangar yang diperlihatkannya dan ucapan-ucapan yang jauh dari keramahan. Singkat kata Tomi telah jatuh hati berat kepada Ani, mahasiswi cantik itu.

Pada suatu hari menjelang berakhirnya masa kerja magang Ani di pabrik itu, Tomi memberanikan diri untuk mengutarakan isi hatinya. Sore hari itu ditemuinya Ani disebuah kantin di pabrik itu, dengan rasa percaya diri dan nekat dia utarakan keinginannya untk menjadi pacar serta pendamping hidup Ani. Namun, pada akhirnya keadaan berubah dan merupakan titik balik perasaan Tomi, dari rasa cintanya kepada Ani berubah 180 derajat menjadi benci.

Cinta Tomi ditolak mentah-mentah oleh Ani. Dengan alasan selain perbedaan agama, usia yang terpaut jauh dimana Tomi saat ini telah berusia 38 tahun sedangkan Ani baru 15 tahun selain itu juga terdapat beberapa sifat Tomi yang tidak cocok dengan Ani. Seperti diketahui latar belakang Tomi adalah seorang preman, pemabok dan penjudi.

Sejak itu hati Tomi menjadi panas, kesal dan marah atas jawaban dari Ani. Didalam hatinya tiba-tiba muncul rasa dendam terhadap Ani. Dan diapun merencanakan akan berbuat sesuatu terhadap Ani, “Hmmm… tunggu tanggal mainnya gadis sombong… puih !!!” batinnya.

Seminggu kemudian, pada sebuah Malam disebuah lorong yang gelap tampak sekelompok orang berjalan mengendap-endap. Mereka ada Tomi berserta beberapa anggota kelompok premannya. Mereka adalah Asep, Ujang, Cecep dan Afung, tampang-tampang mereka lusuh-lusuh dan kumal-kumal, tampang khas para preman.
“Sstt… sebentar lagi dia lewat kesini”, bisik Tomi kepada kawan-kawannya.
“Ok… kita tunggu aja boss…”, balas Ujang.
“Boss… gue udah engga tahan nihh… udah pingin nyodok tuh cewek”, bisik Afung.
“Sstt… sabar… boy… sabarr… semua pasti dapat tanda tangan… hihihi…”, balas Tomi.
“Pokoknya gue duluan yang kasih pelajaran tuh cewek…”, lanjut Tomi.
Malam itu mereka memang tengah menghadang Ani pada suatu tempat didekat tempat kost Ani. Tempat penghadangan itu memang sepi dan hanya terdapat beberapa rumah kosong saja dan sebuah lapangan luas yang mengelilingi rumah kost Ani. Sehingga Tomi dan kawan-kawannya merasa cocok dengan tempat itu sebagai lokasi penghadangan.

Ani memang lebih memilih untuk tinggal disebuah rumah kost yang sepi, agar supaya dia bisa lebih serius dalam belajar. Seminggu lamanya sejak Ani tidak lagi magang di pabrik itu, Tomi menyibukkan diri dengan mencari data-data diri Ani serta mengamati kegiatan-kegiatan Ani sehari-hari. Termasuk membuntutinya pulang-pergi dari kost-kostannya menuju kekampus sehingga dia tahu betul kegiatan serta route-route pulang-pergi Ani. Hingga akhirnya dipilihlah tempat itu sebagai tempat yang ideal dalam menghadang korbannya.

“Nah ini dia…”, ujar Tomi sambil menunjuk kesebuah bayangan yang mendekat kearah mereka berkumpul.
“Tak salah lagi, tepat pukul 7 malam pasti tuh cewek lewat sini” lanjut Tomi sambil tersenyum melihat sasarannya mendekat.
Tapi sejenak Tomi agak bimbang karena bayangan yang mendekat itu ternyata ada dua sosok.
Tetapi setelah diamati secara mendalam ternyata kedua-duanya adalah sosok bayangan wanita dan diyakini salah satu bayangan itu adalah Ani dan satu lagi juga sosok wanita. Maka tanpa keraguan lagi dia pun mulai memutuskan untuk menjalankan operasi penyergapan itu.
“Ah itu dia pengantin wanitaku…”, gumam Tomi.
“Ok…jalan kan tugas masing-masing ! awas jangan sampai luput…”, perintah Tomi kepada teman-temannya.
“Ada dua boss, yang satunya gimana nih ?”, tanya Asep.
“Ah sikat aja…”, jawab Tomi.
Tanpa dikomando lagi Asep, Cecep dan Afung bergerak menuju kearah gadis itu berjalan.
Merekapun menghadang Ani beserta temannya,
Anipun nampak kebingungan mendapati dirinya dihampiri oleh empat lelaki yang tidak dikenalnya.
Tomi hanya mengamati dari jarak sekitar 10 meter, suasanya hening sejenak. Dari tempat Tomi berdiri sayup-sayup terdengan pembicaraan serius diantara Asep dan Ani.

Beberapa detik kemudian suasana berubah, secepat kilat Ani diringkus oleh Cecep dan Afung yang memiliki tubuh tegap. Sedangkan temannya diringkus oleh Asep dan Ujang. Ani serta temannya mencoba melawan dan meronta-ronta akan tetapi beberapa pukulan dilayangkan oleh Cecep dan Afung dan akhirnya Anipun pingsan. Setelah itu tubuh tak berdaya itu dibopong oleh Cecep.

Sementara itu teman Ani yang juga meronta ronta dibekap dan dipukuli oleh Ujang hingga akhirnya tak sadarkan diri pula. Lantas tubuhnya digendong oleh Asep.
“Beres semuanya boss…”, ujar Asep kepada Tomi yang kemudian keluar dari persembunyiannya.
“Good… good…, ayo lekas kita bawa ke rumah kosong itu”, perintah Tomi.

Penghadanganpun berjalan dengan sukses, sasaran telah dilumpuhkan dan kini siap “diproses”. Didalam rumah kosong itu tubuh Ani dan temannya dibaringkan disebuah dipan kayu. Kedua tangannya Ani diikat kebelakang.
Setelah lampu diruangan itu dinyalakan, kelima orang yang telah dirasuki nafsu itupun menggunam terkagum-kagum melihat kecantikan dan kemolekan tubuh Ani yang tengah tergolek pingsan. Dia menggunakan kaos lengan panjang serta jeans birunya yang kesemuanya berukuran ketat sehingga kemolekan tubuhnya terlihat jelas. Ternyata Tomi mengenali sosok wanita satunya yang juga ikut dilumpuhkan tadi.
“Ah gue inget ini kan si Dina, temannya Ani… wah… wah… sial sekali nasibnya”, ujar Tomi.
Dina
Dina memang teman akrab Ani, usianya lebih muda dari Ani yaitu 16 tahun, dan masih duduk dibangku kelas 2 SMU. Dina adalah keponakan dari pemilik kost dimana Ani tinggal.

Dina juga memiliki wajah yang manis, tubuhnya mungil namun padat.
“OK jatah gue si Ani… ini pengantin gue, yang satunya boleh elo sikat”, balas Tomi.
“Ok sekarang elu-elu pada nyingkir deh, silahkan elo bikin pesat sendiri sama si Dina itu, dan jangan ganggu malam pengantin gue, OK!”, ujar Tomi kepada teman-temannya.
“Sip boss… kita bikin pesta sendiri”, ujar Asep. Dan menyingkarlah ke-4 teman-teman Tomi sambil membopong Dina.
“Hmmm… sayangku… mari kita nikmati malam pengantin kita sayang…”, bisik Tomi kepada Ani yang tengah pingsan.

Dengan senyum kemenangan Tomi memandangi gadis itu yang tengah tergeletak di sebuah dipan kayu.
“Akhirnya aku dapatkan kau…” ujarnya dalam hati.
Kedua tangannya bergerak meraba Payudara gadis itu. Mulanya pelan-pelan hingga lama kelamaan semakin keras, bahkan kini kedua tangannya dengan ganas meremas-remas payudara Ani yang kalau terlentang terlihat membukit.

Setelah puas meremas-remas payudara Ani, kini Tomi mengeluarkan pisau lipatnya yang memang selalu dibawanya kemana-mana sebagai senjata. Dengan kasarnya kemudian Tomi merobek-robek baju kaos lengan panjang Ani, hingga tinggal bh putihnya saja yang menutupi kedua payudaranya. Namun akhirnya diputuskannya tali bh itu dan dicampakannya bh itu kelantai sehingga kini terlihatlah kedua gundukan indah payudara Ani. Setelah itu serta merta dengan bernafsu dikulumnya dan dijilat-jilatnya kedua payudara itu dengan sesekali digigit-gigitnya kedua puting payudara itu.
Puas dengan bagian payudara kini Tomi melepas celana jeans yang dikenakan Ani, sreett… sekali tarik terlihatlah bagian bawah dari Ani dengan celana dalamnya yang berwarna putih. Kedua mata Tomi kembali terbelalak melihat pemandangan indah itu, diusap-usapnya kedua paha putih Ani juga gundukan dipangkal pahanya itu.

Sedang asyik asyiknya mengusap-usap gundukan kemaluan Ani, tiba-tiba terdengar suara kegaduhan dari ruang sebelah. Tomipun menghentikan aktifitasnya lalu bangkit seraya berlari mendekati arah suara itu. Sesampainya disuatu ruangan asal muasal suara itu, matanya kembali terbelalak melihat pemandangan erotis yang tengah terjadi diruangan itu. Jantungnya berdetak keras, birahinya memuncak melihat pemandangan diruangan itu. Diruangan itulah Tomi melihat Dina yang rupanya telah sadar tengah “dibantai” oleh Asep, Ujang, Afung dan Cecep.

Tubuh Dina yang dengan posisi merangkak nampak tengah disodomi dari belakang oleh Asep yang memiliki badan yang jauh lebih besar daripada Dina. Asep dengan sangat keras dan kasarnya mengocok-ngocok batang kemaluannya didalam lobang anus Dina. Mula-mula Dina meraung-raung ampun-ampunan karena kesakitan, namun teriakan-teriakannya tidak berlangsung lama karena kemudian dimulut Dina telah tertanam batang kemaluan Ujang. Ujang memposisikan dirinya didepan Dina, setelah berhasil menyumpalkan batang kemaluannya didalam mulut Dina kemudian dengan tangan kirinya yang memegang kepala Dina dia paksa kepala Dina untuk bergerak maju mundur.

Ujang dan Asep nampak sangat menikmati keadaan itu, mereka mendesah-desah merasakan nikmatnya bagin-bagian tubuh Dina itu. Tak berapa lama kemudian merekapun berejakulasi. Asep menyemburkan spermanya didalam lubang anus Dina dan sejenak kemudian Ujang memuntahkan cairan spermanya didalam mulut Dina. Nampak Dina megap-megap dibuatnya di saat harus menelan cairan sperma Ujang yang cukup banyak.

Setelah itu kedua orang tadi menyingkir dan posisinya digantikan oleh Cecep. Cecep ini baru berusia 23 tahun, namun perawakannya besar dan tinggi, batang kemaluannyapun nampak telah mengacung membesar dan siap menelan mangsa. Kini Cecep bersiap-siap menyetubuhi Dina, direntangkannya tubuh Dina yang kepayahan itu dan langsung ditindihnya. “Oouugghhh…”, Dina melengking disaat kemaluan Cecep yang besar itu melesak kedalam liang vaginanya. Pemandangan ini sudah cukup untuk membangkitkan birahi Tomi diapun berjalan meninggalkan ruangan pembantaian Dina itu dan kembali menghampiri Ani pasangannya.

Tiba-tiba Ani terbangun dan membuka mata. Ani kaget mendapati kedua tangannya terikat dan keadaan tubuhnya hanya tinggal celana dalam. Dan lebih kaget lagi ketika dihadapannya melihat Tomi tertawa terkekeh-kekeh menyaksikan dirinya yang tak berdaya.
“Rasain deh lu, makanya jadi cewek jangan sombong. Jadi terpaksa elu gua kerjain deh?” Tomi berbicara.
“Kepaksa, malam ini elo harus bisa memuaskan gue, kekasih elo” lanjutnya.
Ani semakin takut karena dia tahu apa yang akan terjadi pada dirinya, badannya mulai gentar, mukanya memucat. Air matanya mulai meleleh seiring dengan kata-kata ampunan yang keluar dari bibirnya.
“Pak Tomi… ampun pak… jangan sakiti aku…”, pintanya sambil terisak-isak. Permohonannya ini nampaknya semakin membuat Tomi terangsang.
Satu persatu dilepaskannya baju dan celananya hingga akhirnya telanjang bulat. Badan Tomi nampak gemuk dengan perut yang membuncit, beberapa gambar tatto nampak menghiasi tubuhnya.

Kemaluannya nampak telah menegang keras, ukuran juga besar dengan ujungnya yang telah basah. Ani semakin merintih-rintih ketakutan, dia pejamkan matanya sambil terus menangis. Dia sadar akan diperkosa. Tomi kemudian bergerak mendekati Ani dan meraih kepala Ani. Belum sempat berteriak, mulut Ani tiba-tiba dijejali dengan batang kemaluannya yang sudah menegang dan membuat gadis itu tersedak.

Ani berusaha terus menutup mulutnya namun setelah jempol dan jari telunjuk Tomi menutup lobang hidung Ani, diapun membuka mulutnya sebagai reaksi karena kekurangan oksigen. Langsung mendapat kesempatan itu dihujamkannya batang kemaluannya kedalam mulut Ani. Dia tak bisa berbuat apa-apa karena Tomi memegang kepala gadis itu. Rasa mual membuat Ani hampir muntah dan berusaha melepaskan kemaluan Tomi di mulutnya. Tomi gerak-gerakkan batang kemluannya di mulut gadis itu, maju-mundur dan diputar-putar didalam rongga mulut Ani. Selama sepuluh menit Tomi menjejali mulut gadis itu dengan batang kemaluannya.
Puas dengan itu kemudian Tomi mengeluarkan kemaluannya dari mulut gadis itu. Ani langsung mencoba berteriak tapi Tomi cepat-cepat membekap mulutnya dan berkata, “Diem lu, jangan berteriak atau gue bunuh kamu?”, sambil menempelkan pisau lipatnya. Ani terdiam karena takut ancaman itu. Dan hanya bisa menangis sampai gadis itu kelelahan dan lemas. Setelah sejenak menikmati wajah Ani, kini Tomi menurunkan celana dalam putih Ani dan melemparkannya ke lantai, Anipun hanya bisa pasrah tanpa perlawanan.

“Gile, memek elo bagus banget… waw indah sekali…?” bisik Tomi kepada Ani.
Memang gadis seusia Ani memiliki kemaluan yang indah, masih perawan, bulu-bulunyapun tipis dan halus-halus tumbuh rapih berjajar disekitar lobang vaginanya.
Kedua tangan Tomi kembali meremas-remas payudara gadis itu. Ani menjerit-jerit ketika Tomi memijat-mijat putting susunya. Kembali Ani berteriak lagi, kembali pula Tomi ancam Ani “Lu bisa diem ngga…!?”.
“Sekarang, Lu harus nyobain kontol gue ini…pasti nikmat.?” Tomi berkata.
“Kita jadikan malam ini sebagai malam pengantin kita, hahaha…”, sambungnya.
“Jangaaan pak… oouuhh… jangaaan, …ampuunn pakk… ? Ani memelas.
Tapi Tomi tak peduli dengan ucapan gadis itu.
Diapun jongkok didepan Ani, dia angkat pahanya dan melebarkannya. Kepala Tomi menunduk memperhatikan kemaluannya Ani yang ditumbuhi bulu-bulu tipis. Kepalanya bergerak dan mulutnya mulai menjilati kemaluan gadis itu.

Mendapatkan perlakuan itu badan Ani langsung menggeliat-geliat suaranya terengah-engah merasakan kemaluannya kegelian karena dijilati. Hanya suara erangan gadis itu saja yang terdengar, “Ehhmmhh… engghh… ouuhhh… oohh… dst”. Sementara mulut Tomi terus menjilati kemaluan Ani, tangannya bergerak ke atas dan memijat-mijat payudara Ani serta mempermainkan putting susu gadis itu.. Ani menggeliat antara sakit, geli dan takut.
Tiba-tiba Ani mengangkat pinggulnya dan mendesah lemah. Rupanya Gadis itu telah orgasme. Dari vagina gadis itu keluar cairan. Ketika melihat bibir vagina gadis itu telah basah, cepat-cepat Tomi mengarahkan kontolnya yang sudah menegang dan mendekatkannya ke bibir vagina gadis itu. Sambil memegang pinggul gadis itu, Tomi melesakkan batang kemaluannya.

Dan…”Aahhh… sssakittt… oouughhh… a.. ammpunn… pak.. oouhhh…”, Ani merintih tajam tubuhnya menegang kaku menahan rasa sakit dipangkal pahanya. Walaupun dengan susah payah akhirnya Tomi berhasil menanamkan batang kemaluannya masuk amblas ke dalam lubang kemaluan Ani. Ani menjerit kesakitan, badannya meregang kesakitan. Sejenak Tomi merasakan kenikmatan hangatnya lobang kemaluan Ani dan merasakan denyut-denyut dinding kemaluan Ani serasa memijat-mijat batang kemaluannya.

Akhirnya Tomipun mulai mengerakkan kemaluannya maju mundur. Tangannya memegang pundak gadis itu sedang mulutnya menciumi bibir dan pipi Gadis itu. Ani mendesah-desah dan mengerang-erang membuat Tomi semakin bergairah dan mempercepat gerakan memaju-mundurkan kemaluannya itu. “Oohh… oouufffh… ooouuh… aahh… dst”, Ani mengerang-ngerang. Tubuh keduanya telah dibanjiri oleh peluh seolah-olah mereka sedang mandi.

Puas dengan posisi itu kini Tomi mencabut kemaluannya dan membalikkan tubuh Ani. Dan memposisikan tubuh telanjang gadis itu seperti Anjing. Dari arah belakang kembali Tomi menghujamkan kontolnya yang kini ke dalam liang dubur gadis itu.
“Aaakhhh…!!!”, Ani kembali memekik kesakitan, badannya kembali mengejang keras menahan sakit yang teramat sangat ketika liang anusnya dibobol oleh kemaluan Tomi.

Setelah tertanam, Tomi kembali memompa dengan gerakan yang semakin cepat. Kedua tangan Tomi yang besar semakin kasar meremas-remas susu gadis itu. Ani semakin mengerang-ngerang kesakitan. Tapi Tomi tak peduli. Terus saja Tomi maju mundurkan pinggulnya dengan cepat. Sadar dirinya akan mencapai klimaks, Tomi mencabut batang kemaluannya dari lobang dubur Ani. Setelah itu dihempaskannya tubuh Ani hingga kembali terlentang. Kembali Tomi menancapkan batang kemaluannya didalam liang vagina Ani yang telah dibasahi oleh cairan kewanitaannya yang bercampur darah perawannya.

Bless…batang kemaluan Tomi menghujam masuk tanpa kesulitan, kembali digenjotnya tubuh Ani dengan cepat dan kasar, sampai-sampai dada Tomi menghantam-hantam wajah Ani yang meringis-ringis kesakitan. Kini Tomi menggoyang tubuh Ani dengan hebat hingga tubuh Ani terbanting-banting disodok oleh Tomi. Sampai akhirnya saat yang ditunggu-tunggu oleh Tomi, kini tubuh Tomi mengejang, wajahnya menyeringai menengadah keatas, otot-ototnya mengeras dan akhirnya dia menyemprotkan spermanya di vagina gadis itu, Croottt… crrottt… crrottt… jumlahnya banyak sekali.

“Oogghhh… ahh…”, Tomi memekik puas sambil terus menyemprotkan spermanya memenuhi rongga vagina Ani sambil kedua tangannya mencengkram erat pinggul Ani.
Anipun tiba-tiba mendesah panjang… “ooouuuuhhgggg…”, sambil menerima tumpahan sperma Tomi yang melimpah ruah itu hingga meluber keluar dari sisi-sisi rongga kemaluannya badannyapun mengejang dan bergetar, sepertinya diapun mengalami ejakulasi sesuatu yang baru dialaminya seumur hidup.

Beberapa detik kemudian setelah sama-sama mengalami orgasme tubuh kedua insan itupun melemas, tubuh Tomi jatuh menindih tubuh Ani. Kini hanya suara nafas kedua insan itu yang saling memburu menghiasi akhir dari pergumulan itu. Setelah diam selama 15 menit, Tomi kemudian bangkit dari atas tubuh Ani serta melepaskan kontolnya, “Ooohhh…”, Ani mendesah panjang disaat Tomi mencabut batang kemaluannya yang beberapa menit lamanya mengisi rongga kemaluannya.
“Sayang… gimana rasanya ? enak kan ?”, tanya Tomi kepada Ani.

Anipun diam seribu bahasa dan memalingkan wajahnya dari pandangan Tomi.
“Ayo sini sayang ada lagi tugas buat kamu…”, ujar Tomi serta meraih dan mengangkat kepala gadis itu untuk kemudian memaksa Ani menjilati batang kemaluan Tomi yang masih basah oleh sperma dan darah.
Anehnya Ani hanya pasrah dan menuruti saja perintah Tomi tadi secara perlahan-lahan diraihnya betang kemaluan Tomi yang kembali menegang itu dan kemudian dijilat-jilat serta dikulumnya batang kemaluan Tomi bak makan permen sampai bersih.

Setelah selesai dan merasa puas, Tomi bangkit dan membiarkan tubuh Ani yang telanjang itu terjatuh lemas. Tomi bergerak mendekati Ani yang masih lemah dan membisikkan kata-kata mesra di telinganya
” Kamu hebat sayang… aku cinta sama kamu”.
Karena dilihat Ani terkulai lemas dan sepertinya tertidur karena kecapaian, maka Tomi memutuskan untuk meninggalkannya dulu. Tomi ingin melihat kegiatan di ruangan lain dimana tadi terjadi pembantaian itu.

Sesampainya dirungan yang ditujunya mata Tomi terbelalak ketika melihat pemandangan yang ada diruangan itu. Teman-temannya nampak tidur tiduran sambil melepas lelah setelah membantai Dina yang tubuh telanjang Dina nampak tergeletak dengan posisi telentang dilantai, kedua kakinya mengangkang lebar dengan lutut tertekuk. Setelah diamati dari dekat oleh Tomi ternyata kondisi Dina sangat mengenaskan dia telah diperkosa secara buat oleh teman-temannya, mulutnya dipenuhi oleh cairan sperma yang mengental sampai meluber disekitar mulut dan pipinya. Rupanya oleh teman-temannya Tomi Dina dipaksa melakukan oral sex dan mereka telah menumpahkan spermanya didalam mulut Dina.

Matanya nampak sayu serta nafasnya terdengar pelan terengah-engah. Kuturunkan tatapan mataku keseputar payudaranya yang berukuran tidak begitu besar, disitu terdapat banyak bekas-bekas gigitan dan salah satu putingnya nampak berdarah, disitu juga terdapat tumpahan sperma yang telah mengering. Dan akhirnya kutatap kemaluan gadis itu, kondisinya rusak parah, kemaluannya sudah memerah dan membengkak, banyak ceceran darah dan sperma didaerah itu. Tomi menggeleng-gelangkan kepalanya melihat kondisi Dina.

Tiba-tiba Asep bangkit dia menyalakan rokoknya dan kemudian menyelipkannya dibibir kemaluan Dina.
Tomi dan Aseppun tertawa terbahak-bahak, “Kasihan dia sudah bekerja keras memuasin kita-kita orang ini, aku kasih dia rokoklah”, ujar Asep.
“Eh sebentar gwe mau kencing dulu”, ujar Asep berjalan meninggalkan ruangan pembantaian Dina sambil mengakhiri tawanya.

Diruangan itu pula Tomi bergerak kearah tumpukan pakaian Dina yang berserakan dilantai, dia rupanya tertarik dengan tas punggung Dina. Dengan rasa penasaran dia buka-buka isi tas Dina, membaca buku hariannya, membuka-buka dompet Dina, memerika ponsel milik Dina, kurang lebih 5 menit lamanya dia buka-buka itu semua. Sedang asyik-asyiknya dia membuka-buka buku Dina, tiba-tiba dia dikejutkan dengan teriakan diruangan samping. Serta merta dia berlari menuju kearah situ.

Kembali mata Tomi terbelalak serta menggeleng-gelengkan kepalanya tatkala melihat Asep ternyata tengah asyik menyetubuhi Ani.
“Sss… sorry.. b.. boss.. gwe kagak tahan… lihat cewek cantik ini…”, ujar Asep sambil terus memompakan kemaluannya didalam kemaluan Ani.
“Oouuhhh… aaahhh… jj… jangann… kasar… kassarr… oohh… oohh…”, Ani kembali merintih-rintih sambil tubuhnya terhempas-hempas sebagai akibat sodokan-sodokan keras Asep.

“D.. diem… luh… rasain… aja.. kontol gue… inii… aakkhh… akhh.. fuck ! ohh… fuck…!!”, ujar Asep sambil terus menggenjot tubuh Ani.
“Akhh… oouhhh… oh… a.. ampunn… oohh…”, Ani merintih-rintih dengan tubuh yang terhempas-hempas wajahnya meringis menahan rasa ngilu diselangkangannya.
Sepuluh menit lamanya tubuh Ani disetubuhi oleh Asep, hingga akhirnya Asep memuntahkan spermanya di lubang kemaluan Ani.

Asep terlihat sangat puas sekali dan diapun kemudian menjatuhkan dirinya disisi Ani yang kembali tubuhnya melemas. Waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam saat mereka tersadar akan waktu yang semakin mepet, tidak terasa sekian lamanya mereka mengerjain kedua gadis itu serasa waktu berlalu cepat.

Tiba-tiba birahi Tomi bangkit kembali, didekatinya kembali tubuh Ani yang tertidur kerena kecapaian itu dan dibangunkannya Ani dari tidurnya.
“Hoeii bangunnn…”, bentak Tomi kepada Ani.
“Oohhh…”, Anipun terbangun.
“Sayangku… layanin aku lagi ya…”, bisik Tomi dengan tersenyum.
“Pedangku udah bangkit lagi nih…gara-gara kamu sih yang menggairahkan sekali…”, lanjutnya.
Mimik wajah Anipun berubah menjadi cemas, matanya mulai berkaca-kaca.

“Pak.. Tomi… Ani udah engga kuat pak… rasanya sakittt… sekali… jangann… pak.. tolong…”, ujar Ani dengan suara yang lirih.
“Peduli setan “, balas Tomi seraya memposisikan dirinya diatas tubuh Ani.
“ooohhh… oohh…”, Ani mendesah panjang tatkala Tomi menanamkan kembali kemaluannya didalam lobang kemaluannya. Kembali tubuh Ani digenjot, disetubuhi secara kasar oleh Tomi.

Ani hanya bisa pasrah, air matanya berlinangan, tubuhnya lemah hanya mengikuti irama gerakan dari Tomi yang tengah menyodok-nyodokkan kemaluannya.
Dan setelah beberapa menit lamanya Tomi kembali berejakulasi dilobang kemaluan Ani cairan hangatnya menyembur membasahi rahim Ani.
Rasa puas nampak di raut wajah Tomi, “Hahaha…akhirnya aku berhasil mendapatkanmu gadis cantik”.
“Gue mau tanya ke elu yang terakhir kalinya, mau engga elu jadi istri gue hah ?”

Ani hanya diam membisu sambil menangis.
“Kalo elu engga mau, gue suruh temen-temen gue perkosa elu sampai mati !”, ancam Tomi.
“Inget memek elu udah gue siram ama peju gue, dan sebentar lagi elu hamil”, ujar Tomi.
Kurang lebih setengah jam lamanya Tomi “merayu” Ani, kadang terdengar bentakan-bentakan, kadang Tomi menampar wajah Ani, kadang dengan kata-kata halus, yang jelas Tomi terus meneror hati Ani.

Rupanya bujuk rayu dari Tomi tak membuahkan hasil sementara waktu sudah menunjukkan pukul 2 dinihari.
Akhirnya Tomi mempersilahkan teman-temannya untuk “mencicipi” tubuh Ani.
“Rasain tuh kontol-kontolnya temen-temen gue biar mampus elu, cewek sombong !”, ujar Tomi dengan mencibir.
Tanpa membuang waktu lagi keempat teman Tomi mulai menjamah tubuh Ani.

Mereka mulai memperlakukan Ani seperti Dina. Mulai dengan Afung yang langsung menyodomi Ani setelah itu vagina Ani kembali dihajar oleh kemaluan milik Ujang, juga mulut Ani dipaksa mengulum batang kemaluannya Cecep dan setelah berejakulasi menelan spermanya, terakhir ketika Ani telah kepayahan Asep kembali menyetubuhi Ani. Kini keadaan Ani tidak jauh beda dengan Dina, seluruh wajah badan dan kemaluannya yang telah membengkak penuh dengan cairan sperma.

Kini waktu telah menunjukkan pukul 4 pagi, seluruh pemerkosa tadi telah berpakaian lengkap dan rapi. Sebelum mereka pergi, mereka menggotong tubuh Ani untuk disatukan dengan Dina. Kedua tubuh yang tak berdaya itu kini tergolek lemah, keduanya diposisikan terlentang sejajar dengan kondisi tubuh mereka yang telanjang bulat. Sebelum pergi Tomi mengecup kening Ani dan Asep kembali menyelipkan sebatang rokok yang menyala dikemaluan Ani juga Dina. Dengan diiringi tawa serta canda kelima pemerkosa itu pergi meninggalkan rumah kosong tempat dimana tubuh Ani dan Dina tergolek pingsan..

Black valentine


Hari ini hari Valentine, ..



Ia mencium bibir-ku, lidahnya yang menyelip masuk kubalur balas dengan lidah-ku, sementara rengkuhan tangannya memeluk-ku erat, aku dapat mencium aroma tubuhnya dari jarak sedekat ini, namun yang kulakukan hanyalah membalas ciumannya, sesekali ia mencium dagu-ku sebelum mencium bibirku lagi.



Namanya Joshua, Jo biasa aku memanggilnya kekasih-ku, cinta-ku dan belahan jiwa-ku, seseorang yang telah memberikan-ku segenap cintanya, yang membuatku tak mampu untuk tak membalas rasa sayang dan cintanya ini pada-ku.



Tak kutolak saat tangannya menyusup diantara kaus biru muda yang kukenakan, tangannya meremas halus buah dada-ku yang masih tersembunyi dalam bra penutupnya, ku pejamkan mata-ku, sementara kurasakan ciumannya yang mengunduh bebas ke tengkuk-ku, hangat telapak tangannya kurasakan dipermukaan payudara-ku itu.



Ia menyingkap kaus-ku keatas, meloloskan kaus-ku itu, aku terus memejamkan mata-ku, sementara kurasakan ciumannya di permukaan perut-ku, aku merinding saat kurasakan bibirnya itu mencium perut-ku itu, aku kian merinding saat ia bermain nakal dengan mengeluarkan lidahnya, membuat permukaan tubuh-ku itu kian basah.



Aku tercekat saat jemarinya melepas bra-ku, aku membuka mata, menatap wajah Jo, menatap matanya sebelum kemudian yang kurasakandari tatapannya itu adalah sebuah rasa sayang, hangat kasih sayang yang membuat-ku membiarkan-nya untuk melakukan apa yang ingin dilakukannya itu. aku percaya akan tatapan matanya itu, akan cintanya.



Kubiarkan dirinya yang mulai menciumi payudara-ku itu, memainkan puting-ku dengan lidahnya, aku hanya membalas dengan desahan-desahan kecil meski jantung-ku berdebar kencang, aku mulai merasakan sebuah dorongan gairah yang tak dapat kubendung, kugigit bibir bawah-ku saat kurasakan Jo mengigit kecil di payudara-ku itu, tangannya yang lain memainkan payudara-ku dengan tangannya, meremas lembut, sambil sesekali memilin putingnya pelan.



Kembali ia menciumku, namun kali ini aku mulai membuka kancing kemejanya, satu persatu kulepas kancing kemeja-nya itu hingga dadanya yang bidang yang biasanya menjadi tempatku bersandar, bukan pertama kali aku melihat Jo telanjang dada, kadang ia suka mengusili-ku dengan berusaha memeluk-ku dengan tubuh telanjangnya, namun kali ini terasa lain, jantungku berdebar kencang melihat dadanya itu seperti sebuah pheromenon yang membuat sisi lain dari tubuhku terbangun.



Entah ide dari mana, tangan-ku ikut mengapai puting kecil di dadanya itu, mencium dadanya itu hingga membuat tubuh Jo sedikit gemetar, ia tersenyum pada-ku dan dengan sengaja aku mengusilinya dengan menjilat putingnya itu lagi, lagi-lagi tubuh Jo gemetar kecil, tak mau kalah ia kembali mencium buah dada-ku itu, menjilati puting kecil di dada-ku itu yang membuat-ku kembali mendesah pelan.



Aku terpejam merasakan sensasi birahi yang mulai menguasai diri-ku, aku membiarkan Jo yang mulai meloloskan celana pendek tidur-ku itu, aku tak berusaha membuatnya menghentikan kegilaan ini, aku diam, karena aku yakin apapun yang terjadi Jo tak akan meninggalkanku, aku tahu betul wataknya, dan aku tahu dalam kemungkinan sejelek apapun ia akan bertanggung jawab atas perbuatannya ini, tak ada lagi yang perlu kukhawtirkan, membuatku rela menyerahkan diriku pada seseorang yang begitu kucintai ini.



Aku meraih kancing Jeans yang dipakainya, kulepas kancing itu dan menurunkannya kebawah, untuk pertama kalinya aku menyentuh alat vital seorang lelaki dewasa, masih terbungkus celana dalam namun menggodaku untuk mengintip benda didalamnya, aku tersenyum nakal saat menyentuh kemaluannya itu, Jo tersenyum dan membalasnya dengan menyentuh bibir kemaluan ku yang masuh terbungkus celana dalam itu, perlahan kami mulai saling menggesekan alat kelamin kami, mulai memancing birahi kami dalam permainan terlarang.



Aku merasa vagina-ku itu mulai basah, sama dengan kepala penis Jo yang mulai mengeluarkan sedikit cairan lengket, aku tak tahu apa itu tapi aku yakin itu bukanlah sperma, mungkin sejenis cairan yang sama dengan yang keluar dari kemaluanku saat ini, aku melepas celana dalam Jo penasaran, penisnya yang telah menegang itu terasa begitu keras, Jo mencium-ku bibirku sebelum kemudian beralih ke tengkuk-ku, ia membisik-ku dan mulai menarik lepas celana dalam-ku, hembusan nafasnya di telinga-ku membuat-ku kian melayang dalam lautan birahi ini.



Jo membelai lembut vagina-ku yang ditumbuhi bulu-bulu halus tipi situ, ia mencium-ku, sementara mulai membimbing kemaluannya itu ke mulut vagina-ku, ia menindih tubuhku, terasa berat namun ia menyangganya dengan sikunya hingga tak sepenuhnya menindihku, kepala penisnya tergesek-gesek pelan di bibir kemaluan-ku yang membuat ku menggelinjang resah sambil menutup sepasang mata-ku, kurasakan kepala kemaluannya yang mendesak di depan bibir vagina-ku, terasa begitu hangat sementara juga membuat-ku kian hanyut..



Aku mendesah kecil, sama seperti Jo yang kenapa ikut mendesah-desah pula, ia mencium-ku, sambil meremas tangan-ku, ia mengengam tangan-ku erat, sementara ia mulai menekan penisnya itu masuk dalam vagina-ku dan aku tak berusaha menghentikannya.



Gerakan penisnya itu tertahan, aku juga mendesah menahan rasa perih di vagina-ku itu, pelan ia menarik penis itu keluar sebelum kembali mencoba menekannya masuk, masih tertahan, ia sempat berhenti, Jo terdiam sesaat, aku mencium bibirnya seolah memberikan izin pada Jo untuk memiliki tubuh-ku, ia pun kembali menekan penisnya masuk dan mulai merobek kesucian-ku, perih namun ada sedikit kebahagiaan karena memberikannya pada seseorang yang begitu kusayangi.



Ia menggerakan bagian bawah tubuhnya perlahan, aku merasakan gesekannya dalam tubuh-ku, pelan rasa sakit yang membuatku terus mengigit bibir-ku itu mulai hilang, tubuhku mulai terbiasa dengan benda asing yang berada dalam tubuhku ini sekarang, aku mulai merasakan kenikmatan diantara rasa sakit itu, terlebih saat Jo mulai menciumi payudara-ku, menambah rangsangan yang diterima oleh tubuhku, aku mulai mendesah-desah kecil hanya tertahan sesekali saat Jo melumat bibirku lagi.



Ia tak pernah berhenti menciumi-ku seolah dalam ciumannya itu ia mengungkapkan segala kasih sayangnya, tangannya yang terus menggengam erat tangan-ku tak pernah dilepaskannya, seolah mengatakan ia tak akan pernah melepaskan-ku, akan selalu melindungi-ku apapun yang terjadi.



Gerakan tubuhnya bertambah kian cepat, bukan rasa sakit yang kurasakan sekarang, namun sebuah kenikmatan yang tak dapat kuungkapkan, gerakanny akian cepat sementara rasanya tubuhku ikut menurut, tubuhku terasa begitu bergelora, Jo melepas gengaman tangannya ia memeluk leher-ku sambil menciumi telinga.



Aku memeluk pinggulnya yang tengah bergerak-gerak menghujamkan kemaluannya itu dalam tubuh-ku, aku mendesah tak karuan merasakan kenikmatan yang kian bertambah itu, terlebih saat Jo mulai menggerakan pinggulnya itu memutar, rasanya kenikmatan yang kurasakan itu kian bertambah saja, saat itu aku merasakan sesuatu yang lain dari dalam tubuh-ku, aku seolah akan meledak kapan saja, aku mengatur nafas-ku, sementara tak ingin kehilangan kenikmatan itu ..



Semakin kutahan, justru semakin dalam kenikmatan yang kurasakan, rasanya kenikmatan itu ian bertumpuk, aku masih berusaha menahannya hingga akhirnya tak tertahan lagi, tubuhku menegang tiba-tiba, yang kurasakan hanya mulutku yang mulai bergeremutuk dan aku mendesah panjang, tubuh-ku bergetar-getar tak karuan, aku merasakan sebuah kenikmatan yang sungguh tak dapat kuungkapkan..



Jo mencium bibir-ku saat tubuhku masih menggelinjang dan bergetar selama beberapa detik, aku merasakan tubuhnya yang juga ikut bergetar, kugerakkan tangan-ku memainkan puting didadanya itu, smabil menciuminya, tangannku yang lain menyusup di telinganya, pikrku bila aku merasakan kenikmatan saat merasakan hembusan ditelingaku, mungkin Jo juga merasakan kenikmatan yang sama .



Dan ternyata semua itu membuat Jo kian resah, gerakkannya menjadi tak beraturan, kadang ia menghujam cepat kadang hanya penetrasi-penetrasi dangkal, dan kemudian ia malah melakukan tusukan-tusukan yang begitu dalam yang sedikit membuatku merasa perih namun juga memberikan sebuah kenikmatan yang lebih nyaman lagi..



Jo menciumku begitu mesra, sementara ia terus menggerakan penisnya itu keluar masuk dalam kemaluan-ku, kian lama tubuhnya kian gemetar dan saat itulah tubuhnya bergetar hebat dan menumpahkan cairan cintanya dalam tubuhku,



Tubuhku ikut bergetar sesaat setelah kurasakan sejenis cairan kental itu tumpah di dalam lubang kewanitaan-ku itu, nafas kami memburu, dengan tubuh yang bergelimang keringat, aku terdiam mulai merasakan ketakutan, sementara Jo terus memeluk-ku dengan erat, setelah semuanya terjadi rasa takut itu baru muncul, tak tertahan aku mulai menitikkan air mata, Jo mencium-ku sepertinya menyadari tetesan air mata-ku.



###



Kusentuh permukaan perutku yang mulai menggelembung, entah berapa lama aku mengurung diri dalam kamar-ku, menangis dalam sebuah penyesalan, sebuah kebodohan, aku melangkah turun dari tempat tidur-ku, aku menatap wajah-ku di cermin dalam kamar-ku, aku berusaha tersenyum, namun tak kulihat bayangan Shelina yang kukenal, bukan lagi wajah cantik yang selama ini menjadi kebanggaanku, hanya sebuah wajah kusut dengan kantung mata dan bola mata memerah mungkin karena terlalu banyak menangis, menangis selama 5 bulan ini .



Aku membuka kunci kamar-ku, aku mengintip ke ruang keluarga, Papa sedang menonton Televisi, kulihat dirinya yang sedang menonton Tayangan Televisi itu, entah mengapa baru hari ini kusadari, seletah melepas segala kearogan-an ku selama ini, yang tak pernah memperdulikannya, yang kutahu hanya bagaimana menghabiskan uang pemberiannya dan terus menuntut lebih, lebih dan lebih, selalu melawan padanya, termasuk urusan Jo, aku menyesal atas semua pembangkangan-ku selama ini, menyesal meski hanya satu itu yang tak kusesali.



Rambutnya yang mulai tipis memutih , dengan pipi yang mulai pirus termakan usia, aku yakin ia tahu keadaan-ku, meski dengan mata plusnya, aku yakin ia dapat melihat perubahaan pada tubuhku, ia diam, seolah menunggu aku yang bercerita. Namun aku belum berani mengatakannya, belum aku belum mampu untuk menceritakan semua ini padanya, mungkin ia akan kecewa sekali padaku, tidak dia pasti akan kecewa aku yakin itu.



Kukunci pintu kamarku, aku kembali melangkah menuju tempat tidur-ku, kunyalakan lampu tidur disebelahku, sebingkai foto yang telah lama tak kujamah itu kini sayup kupandangi, aku menatapnya dalam, memandang senyuman di Foto itu, aku terus menatapnya seolah ingin kembali ke masa-masa itu,



Tapi aku tahu itu tak mudah, … tak mungkin, bukan sekedar tak mudah



Pelukan hangat itu, kecupan hangatnya, dan suara ponselku yang berdering tiap jam-nya, hanya sekedar untuk menanyakan ” Lagi apa sayang ?? ” Aku merindukannya, aku sungguh merindukannya, tanpa terasa air mataku kembali menetes..



Kuusap halus perutku yang tengah mengandung ini, aku menangis keras, aku benci diriku sendiri



Benci Janin dalam perutku ini



Maafin aku Jo,..



Kamu dimana ??



Aku tak mau mengingat ini semua lagi, namun aku tak dapat melupakannya, semua terekam begitu jelas



###



Manusia adalah sesosok mahluk yang tak pernah puas, mahluk yang tak pernah tau untuk mensyukuri segala sesuatu yang telah dimilikinya ..



Ya seperti yang aku ceritakan tadi, namaku Shelina, usia-ku 19 tahun aku seorang mahasiswi semester 7, harusnya,… Andai semua kejadian ini tak pernah terjadi, 6 bulan ini aku mengurung diri di kamar ini, tak melihat sinar matahari, benci cahaya yang berlebihan, aku bersembunyi dalam kegelapan terkadang aku hanya melamun, melayangkan pikiranku entah kemana, kadang aku hanya menangis seharian atau kadang aku memandangi diriku sendiri di depan cermin, sambil terus membasuh diriku dengan air dan sabun berulang-ulang untuk membersihkan tubuh-ku yang ‘kotor’ ini.



Aku berusaha tak mengingat ini semua, namun bayangan ini selalu muncul dalam kepala-ku.



Tiap langkah, tiap kata, tiap detik kejadian itu yang entah mengapa terekam begitu jelas dalam ingatanku.



Pertemuan pertama dengan Jo, aku masih ingat betul saat masa Orientasi Mahasiswa baru, aku kerap menjadi sasaran dari para senior cewe yang entah kenapa begitu sering mengerjaiku, ya … saat itu aku sedang dihukum melakukan skot jump sampai 30 kali, tak ada pilihan lain, meski kaki-ku terasa begitu pegal saat hitungan belum mencapai 10 kali, ada seorang senior yang ternyata ketua umum masa Orientasi Mahasiswa itu yang menyelamatkan-ku, ya dapat ditebak orang itu Jo..



Entah kenapa sejak pertama kali aku menatapnya, jantung-ku berdegup begitu kencang, ia sendiri seperti terus menatap wajah-ku yang membuatku salah tingkah sendiri, ya bahkan aku merasa malu hingga memalingkan wajah-ku kesamping.



Sejak itu hubungan kami mulai berjalan, mulai dari sekedar SMS Hai, dan itu berlangsung dua bulan lebih, sampai akhirnya ia berani mengajak-ku sekedar menonton, aku masih ingat benar judul film yang kami tonton saat itu Click, ceritanya tentang remote universal yang membuat pemakainya bisa mempercepat waktu, atau memundurkan waktu, ia melihat masa depan yang hanya ada sebuah penyesalan, andai remote itu benar-benar ada, aku ingin mengulang semua waktu ini, dan kembali kemasa-masa indah itu.



Sedikit gambaran tentang Jo, tingginya sekitar 184cm, tinggi memang karena dia termasuk tim utama basket di kampus, tinggi dan besar tubuhnya itu yang justru itu membuatku nyaman jalan bersama Jo, aku memang cukup tinggi 171 cm, dan itu kadang membuat beberapa cowok yang mendekatiku sedikit minder, sedangkan jujur salah satu kriteria cowok idaman-ku haruslah tinggi besar supaya bisa memeluk-ku dengan hangat dan erat.



Jo tidak terlalu tampan, biasa saja dan gaya rambutnya tidak pernah berubah selama 3 tahun kami bersama, gaya Monet , sering aku memintanya untuk membiarkan rambutnya tumbuh panjang, namun ia selalu beralasan gatal atau ketombean-lah sehingga kembali mencukur rambutnya yang mulai memanjang itu ke style semula..



Ia juga bukan orang kaya, tapi ia punya sebuah semangat yang membuat-ku yakin dia tak akan memiarkan ku menderita, ia selalu berusaha untuk membuat-ku terus nyaman bersamanya, ia tak pernah mengeluh seberapa letihnya dia untuk menyanggupi segala macam permintaan-ku mulai drai yang sepele, sampai hal-hal yang besar, tak semua bisa ia berikan memang, segala yang terbentur dengan uang kadang tak dapat dipenuhinya, Salah-ku memang yang selalu menuntutnya begitu banyak .. namun karena itulah aku begitu menyukainya, sungguh menyukai bagaimana ia mencintai-ku ..



Kadang teman-teman-ku pun sering menyindir-nyindir tentang-nya, mereka selalu mengatakan kalau Jo bukan-lah orang yang tepat untuk-ku, dulu aku tak terlalu perduli dengan segala ocehan mereka itu, sungguh … , meski kadang aku harus naik motor bebek keliling kota, ya ia kurang suka naik mobil-ku, mungkin itu lebih menyangkut harga dirinya, dan jujur aku juga tak keberatan meski kadang harus kehujanan ataupun kedinginan, nah dingin itu yang membuat Jo selalu memberikan jaket-nya untuk melindungi dari ras dingin, dan tanpa aku sadari dalam perhatian kecil-nya itu aku selalu menggunakan jaket yang ia pinjamkan, seolah aku tak perduli dengan dirinya yang pasti lebih kedinginan lagi karena memboncengku .. itu memang kebodohan-ku.



Dimabuk cinta, mungkin itu kata yang tepat untuk hubungan kami saat itu, aku merasa tak akan bisa lagi hidup tanpanya, Jo adalah nafas-ku, sama seperti setelah semua kesalahan-ku sekarang,.. aku tak bisa hidup tanpanya ..



Kenangan-kenangan saat aku merasakan ketegangan saat melihat ia memasuki ruang sidang skripsi-nya, dan rasa haru saat melihat ia keluar dari ruangan itu dengan senyuman mengembang di wajahnya.. Atau saat jantungku ikut berdebar kencang saat menunggu sebuah telepon kepastian, apakah ia diterima bekerja di sebuah perusahaan itu atau tidak, seharian kami menunggu telepon itu berdua, hingga akhirnya pukul 3 sore lebih sedikit saat telepon yang ditunggu-tunggu itu datang..



Kebahagian, dan kebahagian seperti ini yang begitu aku rindukan ..



Aku begitu merindukannya, semua bias, buyar oleh satu kesalahan fatal-ku itu .



Pekerjaannya sebagai seorang Junior Auditor di salah satu kantor akuntan Big Four memaksanya sering keluar kota untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjan-nya, disaat jarang bertemu denganya tu, aku kembali dekat dengan teman-teman SMA-ku dulu, dan seperti yang kukatakan tadi, mereka tak terlalu menyukai hubungan ku dengan Jo, selalu aja saja cerita-cerita jelek mereka, pelan tapi pasti aku mulai terpengaruh kata-kata itu..



Aku tetap bersikap seperti biasanya pada Jo, masih dengan kemesraan yang lama, namun ada sedikit keraguan di dalam hati-ku sekarang..



Ya hari itu hari Valentine, Jo menyempatkan diri-nya di tengah pekerjaannya yang justru sedang menumpuk-numpuknya, ia pulang untuk memenuhi keinginan-ku, tak bisa bersama seharian memang, tapi mendengar ia menyempatkan dirinya untuk pulang saja sudah membuat-ku begitu senang.



Jo bukan seorang yang romantis, aku tahu benar hal itu namun entah kenapa ia bisa begitu romantis hari itu, ia tahu Papa keluar kota satu minggu ini, jelas aku yang memberitahu padanya, ia datang tepat jam 12 malam tanggal 14, membawakan-ku coklat dan sebuah hadiah, kalung yang begitu aku inginkan aku sampai tak bisa menghentikan air mata bahagia-ku, selama 3 tahun ini, baru kali itu Jo bisa begitu romantis, bukan masalah hadiahnya itu, namun perhatiannya yang membuatku begitu kehabisan kata-kata, aku mencium-nya, memeluknya untuk membalas semua perhatiannya itu, dan ia pun balas mencium-ku sesekali mencium bibir-ku, dan semua itu terjadilah begitu saja, tak ada penyesalan akan semua itu, sampai detik ini..



###



Itu bukan awal dari semua ini,



Aku terbangun pagi harinya, masih ada Jo disebelah-ku ia tertidur begitu lelap, ia baru sampai Jakarta dari Jogja jam 11 malam, mempersiapkan semua hadiah untuk-ku, menahan semua rasa lelah dan kantuk-nya untuk memberikan-ku kejutan ini, aku mencium keningnya, tak mau membangunkannya, jam 10 pagi ini dia harus kembali ke Jogja kembali dengan pekerjaanya, aku keluar dari kamar-ku, aku ingin membuatkan sarapan untuknya, saat itulah ponsel-ku bordering, sebuah pesan pendek dari Jonathan, aku sengaja mensave nomornya di tempat yang sama dengan Joshua, aku cuma takut Jo tahu ‘kesalahan’ yang kulakukan.



Aku tersenyum melihat pesan singkat dari Jonathan, sebelum kembali dengan kesibukan membuat sarapan untuk belahan jiwa-ku. Aku membuatkan nasi goreng untuk Jo, aku memang tidak pandai memasak, meski Jo sering memuji masakan buatan-ku, buatnya enak, meski kata Papa gak enak..



Aku membawa nasi goreng itu ke kamar, Jo sudah bangun, ia tiba-tiba memeluk-ku dengan begitu erat, berulang ia mengucapkan kata maaf, aku tahu sebuah kesalahan yang kami lakukan semalam, namuntak ada penyesalan dari-ku, aku merasa telah memberikannya untuk seseorang yang tepat, aku mengungkapkan semua perasaanku pada Jo, semuanya dan semua khayalan-ku di masa depan bersamanya..



Jo terus memeluk-ku erat, seperti apa yang kusukai darinya pelukannya terasa begitu hangat, Ia meminta waktu pada-ku sampai ia mampu menghidupi keluarga kami nantinya, satu tahun lagi katanya, satu tahun lagi dan aku tahu satu tahun penuh penantian ini akan terasa begitu lambat, namun aku sungguh menantikan hari itu tiba, aku mencium kening Jo lagi, air mata bahagia-ku mengalir di Pipi-ku, Jo mengusap air mata-ku meki membiarkan bola matanya tergenang air mata..



Hari itu rasanya akan berjalan begitu sempurna, meski aku tak bisa mengantarnya ke Bandara, ia tak mengijinkan-ku, buat dia kuliah-ku lebih penting dari sekedar mengantarnya ke Bandara ..



Dan ini lah semua kesalahan itu,



Sesuai janji ku dengan Jonathan dan teman-teman-ku yang lain, aku pergi bersama mereka malam itu, ke sebuah Club, aku tahu Jo pasti akan sangat marah, ia tidak menyukai aktivitas seperti itu, buang-buang uang katanya, dan pastinya ia juga tak akan suka aku begitu, sudah 3 kali aku membohonginya belakangan ini, dan ini untuk keempat kalinya.



Namun aku sadar kesalahan-ku kali ini jauh lebih fatal, kali ini ada Jonathan, dan jujur ada yang berbeda dengan hubungan kami belakangan ini, sedikit lebih dari sekedar teman aku saja merasa begitu, bisa saja Jonathan juga merasakan hal yang sama, atau mungkin, melihat perhatiaanya padaku bisa saja ia menilai lebih lagi dari hubungan kami.



Seperti biasa sampai pukul 11 Jo tak pernah lupa untuk menanyakan keadaan-ku, ada dimana …, apa yang sedang kulakukan …, sudah makan apa belum … dan sebagainya dan kali ini lagi-lagi aku membohongi- nya, aku tak menyadari-nya saat aku membalas pertanyan-nya ” dimana ?? ” biasanya ia tidak pernah bertanya seperti itu semalam ini, dengan tanpa sedikitpun rasa bersalah aku membohongi-nya dengan mengatakan di rumahlah, lagi tiduran. Terlebih aku mulai mabuk saat itu dan aku beberapa kali membiarkan Jonathan memeluk-ku, dan tanpa aku sadari sepasang mata mengamati-ku dari jauh, Jo berulang kali menelepon-ku, jelas aku tak berani mengangkat panggilannya dengan suasana seribut ini, ada rasa bersalah karena tidak mengangkat teleponnya terlebih karena membohongi-nya..



Hingga sebuah pesan singkat masuk, dari Jo yang rupanya terus mengawasi-ku dari tadi, jutaan penyesalan muncul dari hati dan kepala-ku ..



Mataku mencari, diantara kerumunan itu aku melihat jelas tatapan mata penuh kekecewaan dari Jo, tatapan mata it terlihat begitu sedih bukan sebuah kemarahan, seperti seseorang yang sungguh kecewa dan kehilangan segenap kepercayaannya, tatapan mata itu seolah kosong dalam kebingungan.



Aku terlonjak kaget, aku nyaris sadar betul dari mabuk-ku saat melihat Jo memang berdiri disana, aku ingin segera berlari turun hendak menghampiri-nya, otakku berputar cepat, berusaha memikirkan alasan terbaik yang dapat kuberikan untuknya, aku mencari kebohongan apa lagi yang dapat kukatakan padanya. Namun yang ada dalam otak ku hanya satu cara, yaitu kejujuran, hanya itu yang terfikir, meski butuh sebuah keberanian untuk mengatakannya.



Aku segera berusaha untuk berlari turun, namun Jo tak lagi berdiri di tempat-nya tadi, aku berusaha mencarinya, melihat ke segala arah berusaha mencari sosok Jo, di sebelah kanan aku sepintas melihat dia melangkah kesana, aku pun berlari mengejarnya.



Aku menyelusuri lorong-lorong gelap itu, setelah masuk lebih dalam lagi, mulai muncul keraguan dalam diriku, mungkin aku salah mengambil jalan ?? tapi rasanya aku yakin melihat Jo masuk ke lorong ini tadi, lorong-lorong terhubung dengan ruang-ruang VIP, dan terasa begitu sepi, aku segera membalik kan tubuh-ku hendak berbalik arah.



Namun baru beberapa langkah aku berjalan. Seseorang tiba-tiba menarik-ku masuk ke dalam ruangan, aku berusaha berontak dan berusaha melihat siapa yang menarik-ku itu, ternyata seorang lelaki paruh baya yang terlihat sudah begitu mabuk, dan di dalam ruangan itu ada 3 orang lainnya yang terlihat sama mabuknya dengan yang tengah menculik-ku ini, ia mendorongku hingga jatuh terbaring diatas lantai yang terasa begitu dingin itu.



Dari omongan mereka sepertinya mereka salah mengenaliku dengan pelacur yang mereka sewa dan kabur tadi, aku berusaha menerangkan semampu-ku, namun nyaris percuma berdebat dengan orang-orang mabuk seperti mereka, satu-satunya yang bisa kulakukan adalah berusaha keluar dari ruangan ini, akupun berusaha untuk berdiri dan hendak berlari menerjang keluar, namun salah satunya menarik rambutku dan mendorong-ku hingga kembali terjerembab di atas lantai itu.



Sakit namun yang lebih menakutkan lagi keempatnya mengerubungi-ku, tercium bau alcohol yang begitu kental dari mulut mereka, dan itu membuatku sungguh ketakutan mereka akan memperkosaku, terlebih saat mereka mulai berusaha melucuti pakaian-ku, aku terus berusaha melawannya, usia mereka semua jelas seusia dengan Papa-ku, bahkan mungkin lebih tua lagi darinya, mereka melepas pakaian-ku, dan mulai menciumi tubuhku, aku berusaha melawan namun jelas aku kalah tenaga dan jumlah dari mereka semuanya ada 4 orang, tua dan berkeriput dengan rambut yang sudah memutih, tawa mreka yang begitu menjijikan membuat-ku begitu mual melihat wajah mereka itu, aku terus berusaha memberontak, namun tangan-tangan jahanam itu terus merogoh tubuh-ku, meremas-remas payudara ku yang masih dalam bra-ku..



Mereka tak perduli dan melakukan semua ini sambil tertawa, seseorang diantara mereka membuka pakaian-nya, sementara 3 orang yang lain tak pernah melepas tangan-tangan mereka dari tubuh-ku, salah satunya melepas pengait bra-ku, hingga kini sepasang payudara-ku menggantung di depan mereka, tangan-tangan itu bertambah liar, mereka memilin-milin payudara-ku , aku pun mulai menangis sejadi-nya, baru semalam aku merasakan pengalaman pertama-ku, dan sekarang aku harus merasakan pengalaman yang lainnya, aku tak mungkin rela dan tak mau diperlakukan seperti ini oleh mereka, aku sadar kalau semua ini memang salah-ku namun aku tak mau kesalahan-ku harus berujung seperti ini..



Aku menangis dan memohon sebisa-nya, namun tak ada artinya untuk berbicara dengan orang-orang yang tengah mabuk berat seperti mereka, yang lainnya melucuti rok dan celana dalam-ku, tangan-tangan mereka langsung menyelip diantara belahan vagina-ku, aku meringis saat merasakan tangan-tangan mereka menyentuh bagian kewanitaan-ku itu, ingin menjerit sejadinya, namun jelas tak ada yang akan datang menolong-ku, ruangan ini kedap suara, terlebih suara musik di depan begitu kencang, aku terkurung dalam ruangan ini bersama 4 orang iblis.



Aku tercekat saat salah satu dari mereka menampar bokong-ku, perih namun mereka hanya tertawa melihat reaksi wajah-ku. Tangan-tangan mereka terus meremas-remas payudara dan bokong-ku, aku berusaha melawan, tak sudi dengan sentuhan tangan-tangan kotor mereka, mereka mulai bergantian menelanjangi diri mereka sendiri, hingga kini hanya tinggal celana dalam yang melekat ditubuh mereka.



Belum cukup aku terkejut, mereka mulai memaksa-ku, menarik tangan-ku dan memasukannya dalam celana dalam mereka, terpaksa aku harus menyentuh kemaluan mereka yang sudah membengkak itu, terasa lain dengan yang kemarin kurasakan, tak ada suka cita, atau kerelaan melakukan ini semua, hanya ada ketakutan dalam hati-ku, dan aku terpaksa menggerakan jemariku pada penis mereka, takut akan ancaman mereka..



Sementara aku harus melayani dua orang, yang satu terus memainkan payudara-ku dari belakang, sambil terus mendengus di telinga-ku yang membuat-ku merinding tak karuan, yang satunya lagi terus menggesek-gesekan jemarinya di permukaan vagina-ku, pelan gesekan-gesekan itu mulai membuat-ku terbuai, tubuhku mulai menurut, namun tidak pikiran-ku..



Belum cukup, pria tua disebelah kanan-ku membuka celananya, penisnya tak besar, namun cukup panjang dan keras, warnanya hitam begitu pekat dan kini berada tepat di depan mulut-ku, aku menghindari penisnya yang berbau tak sedap itu, namun orang dibelakang-ku menangkap wajah-ku dan memaksa mulutku untuk terbuka, aku tak dapat melawan lagi, hanya bisa meringis takut sambil berharap ada seseorang yang membuka pintu itu dan menyelamatkanku,namun pintu itu tak pernah terbuka..



Penis itu pun mulai menjejali mulut-ku, aku tak dapat menghindarinya, pelan penis itu mulai menyentuh lidahku, terasa aneh dalam mulut-ku, asin namun berbeda dengan rasa asin garam, dan baunya itu sungguh memuakan, sementara aku masih belum terbiasa dengan rasa aneh dalam mulut-ku itu, lelaki tua itu mulai menggerakan penisnya keluar masuk dalam mulut-ku, ia menjejali mulutku, hingga membuat-ku tersedak berulang kali..



Ia hanya tertawa melihatku tersedak seperti itu, ia malah menjejalkan penisnya lagi, lebih dalam hingga membuat wajahku terbenam dalam selangkangannya yang berbulu lebat itu, dan aromanya sungguh menjijikan, aku kembali tersedak hebat, aku bahkan bisa merasakan rontokan bulu kemaluanya di dalam mulutku sekarang, seseorang menarik kepalaku lagi, bukan untuk membebaskan-ku namun hanya untuk menghujamkan penisnya dalam mulut-ku lagi,..



Orang ini lebih kejam dari orang yang satunya, Ia bukan hanya membuat-ku tersedak, namun juga terus menghujamkan penisnya meski aku terbatuk-batuk sambil mengemut penisnya itu., puas melihatku terbatuk-batuk ia melepaskan-ku, baru aku merasakan sedikit kelegaan, namun seseorang kembali menarik kepala-ku, si kejam tadi rupanya belum puas dengan apa yang sudak dilakukannya tadi.



Ia menarik-ku hanya untuk mendorong tubuh-ku hingga terjatuh ke lantai itu lagi, aku menahan rasa sakit akibat benturan itu, namun belum hilang rasa pening-ku akibat dorongannya tadi, ia menghujamkan penisnya kemulut-ku, aku kembali tersedak karena penisnya itu yang mauk begitu dalam, namun tak peduli dengan keadaan-ku ia terus menyodokan penis tua-nya dalam mulut-ku berulang-ulang, entah berapa menit berlalu, hingga akhirnya ia melepaskan-ku, aku langsung terbatuk tak karuan, namun aku merasa lega terlalu cepat, kembali ia menarik-ku dan menghujamkan penisnya lagi dalam mulut-ku berulang-ulang..



Aku hanya bisa pasrah menerima semua ini, meski suara tawa mereka begitu menjijikan terdengar di telinga-ku, tak ada yang dapat kulakukan aku hanya bisa berusaha tegar menerima semua ini, masih terbatuk-batuk karena sodokan-sodokan kasar itu, Tua Bangka ini akhirnya melepaskan penisnya dari mulut-ku, ia belum puas mempermainkan-ku, tangannya mengesek-gesek vagina-ku, membuat tubuhku mulai resah, ia berpindah ke depan lubang kemaluan-ku, ia akan memperkosa-ku sekarang.



Jelas aku tak sudi membiarkan ia menyetubuhi-ku, aku berusaha menghindar namun seseorang menamparku, aku terdiam sejenak namun masih tak rela menyerahkan tubuhku pada mereka, aku terus berontak sambil terus menggerak-kan pinggulku kesana kemari,



Tua Bangka itu akhirnya menangkap pinggulku, sementara yang lain menahan tubuh bagian atas-ku, aku tak bisa lagi menghindar, sementara kuraskaan penisnya yang berada tepat di depan bibir kemaluan-ku, tak lagi bisa menghindar aku hanya menangis menyesali semua ini, kurasakan penisnya mulai menyusup masuk, aku mendesah tak rela merasakan bagian tubuhnya yang mulai memasuki tubuhku itu,.



Pelan penis itu mulai keluar masuk mencari jalan termudah untuk menyetubuhi-ku, kian lama penis itu mendesak kian dalam dan lebih dalam lagi, membuatku kembali merasakan rasa perih seperti semalam, namun perasaan-ku jauh berbeda dengan yang kurasakan semalam, aku merasakan kebencian yang teramat sangat saat ini, wajah itu, wajah yang tengah tertawa itu tak akan pernah kulupakan sepanjang hidup-ku.



Beberapa menit kemudian tua bangka ini berhasil memasukan penisnya itu seutuhnya dalam tubuh-ku, aku merasakan benda asing itu mulai bergerak-gerak dalam vagina-ku, tua bangka ini berusaha mencium-ku, namun aku selalu berhasil menghindarinya, meski ia tak pernah berhenti berusaha mencium-ku, sementara tangan-tangan yang lain terus memainkan payudara-ku sekenanya..



Tangan-tangan kasar mereka meninggalkan jejak-jejak merah di payudara-ku, kadang mereka menyedoti payudaraku atau meremasnya kasar, bahkan salah stau dari mereka mengigit pelan puting payudara-ku. Tubuhku bergetar-getar sesaat, saat mulai merasakan sedikit kenikmatan dari apa yang mereka lakukan pada tubuh-ku, namun sisi dominan dari diriku terus menolak apa yang mereka lakukan pada diri-ku itu.



Tua bangka itu menarik kaki-ku hingga ke pundaknya, membuat kedua pahaku mengatup, penis di dalam tubuhku itu makin berasa, begitu juga dengan rasa perih yang kurasakan, ia terus menggerakan penisnya itu dengan cepat tak perduli dengan erangan kesakitan-ku, kadang aku menjengut rambutnya sebagai bentuk perlawanan-ku, namun itu hanya membuatnya kian tertawa.



Desahan-ku yang tak pernah berhenti meluncur dari mulut-ku mungkin adalah sebuah stimulasi yang membuat mereka kian terangsang, gesekan penisnya dalam tubuhku bertambah kian cepat dan dalam, aku mulai tak mampu menolak kenikmatan yang mulai menguasai diriku itu, namun aku masih memiliki harga diri yang membuatku tak sudi menyerah sampai disini.



Tubuh tua itu mulai bergetar-getar, seperti tubuh Jo semalam, aku segera ikut menghentakan tubuhku ke tubuhnya berharap itu memberikan kenikmatan pada tua bangka ini, dan membuatnya segera selesai dan membebaskan-ku, tubuhnya bergetar kian keras, begitu juga batang kemaluannya itu yang ikut bergetar-getar, dan tak lama kemudian ia menumpahkan spermanya itu dalam vagina-ku, ya ampun, bagaimana ini ??



Setelah menumpahkan spermanya dalam tubuhku, kurasakan penisnya itu kian menciut sebelum kemudian meninggalkan tubuh-ku, aku segera memohon mereka untuk melepaskan-ku, namun salah satu dari mereka malah memberikan-ku segelas besar bird an memaksa-ku meminumnya, dan kembali mendorongku jatuh.



Ia membuat-ku menungging keatas, sementara penisnya kembali berada di depan bibir kemaluan-ku, untuk kedua kalinya kembali penis yang lain menyetubuhi-ku, penis itu mendesak masuk dengan keras, dalam beberapa tusukan hingga akhirnya terbenam dalam kemaluan-ku, aku menjerit merasakan kesakitan yang teramat sangat itu, namun bukan melepaskan-ku ia malah mengujamkan penisnya keluar masuk dalam tubuhku..



Sementara yang lainnya mengangkat wajah-ku dan memaksa-ku menjilati penisnya, aku terpaksa membuka mulutku dan memasukan penisnya dalam mulutku setelah ia memencet hidungku dan memaksa-ku membuka mulut-ku, penis itu benar-benar menjijikan sejenis cairan yang tidak terlalu kental menetes dalam mulut-ku, rasanya sungguh aneh namun aku tak dapat menolaknya saat ia mulai menggerakan penisnya itu dalam mulut-ku..



Orang yang tengah menyetubuhi-ku itu, mencengkram pinggulku begitu kuatnya, ia menghujamkan penisnya begitu cepat dalam dalam yang embuat tubuhku merasakan rasa sakit yang teramat sangat, menahan rasa sakit itu bukan semuanya, karena orang yang tengah memperkosa mulutku itu meremas-remas payudaraku dengan begitu kasaranya, dada-ku itu terasa begitu perih namun tak juga membuat keempat orang ini merasakan sedikit keibaan, yang ada malah mereka kian tega menyetubuhi-ku.



Orang yang dibelakang-ku itu malah menjilati punggungku, tubuhku bergidik saat kurasakan lidahnya itu menyapu tubuhku, kian lama kian cepat juga ia menyetubuhi-ku hingga akhirnya ia mendesah panjang dan tubuhnya bergetar tak karuan, saat itu kembali cairan spermanya kembali meleleh dalam vagina-ku, kini mereka melepaskan-ku sejenak, sementara aku kembali terbaring diatas lantai dingin itu, aku hanya bisa meneteskan air mataku. Ini masih belum akan berakhir, aku tahu itu.



Aku menarik nafas panjang, masih ada dua orang lagi yang menunggu gilirannya, tubuhku begitu letih dan mabuk-ku sudah benar-benar hilang sekarang, saat itu kudengar seseorang mengetuk pintu ruangan itu, aku melirik kecil saat melihat pintu itu terbuka, ingin kukumpulkan segenap tenaga untukberteriak, namun aku begitu lelah, orang yang diluar masih terus mengetuk sementara keempat tua Bangka ini menyumpah-nyumpah salah satunya akhirnya berjalan kearah pintu, membuka pintu itu dan yang ada diluar ternyata Jo, dia … dia melihatku.



Saat itu juga Jo langsung menerobos masuk, mungkin ia mengamuk melihat tubuhku yang tergeletak di atas lantai dengan pakaian yang tak karuan, menghajar salah satu dari lelaki itu, ia memukuli mereka satu persatu, dua orang terjatuh sementara yang satunya ketakutan, Jo berusaha membangunkan-ku memakaikan baju-ku yang sedikit robek itu, namun saat ia lengah seseorang menusuk perutnya dengan pecahan botol, aku menjerit ketakutan saat melihat darah mulai mengalir dari tubuhnya, aku menjerit sambil berusaha berlari keluar mencari pertolongan, Jo begitu mengamuk ia memukuli orang-orang itu dengan sisa-sisa tenaganya..



Aku berusaha meminta pertolongan, Jonathan dan beberapa teman-ku yang lain ternyata ikut mencari-ku yang hilang bersama Jo, Jo nekad memasuki beberapa kamar hingga akhirnya menemukan-ku, dan sekarang ia terlibat dalam perkelahian, ia tidak pergi tadi hanya berjalan menuju pintu keluar untuk berbicara dengan-ku, Sekarang semua kebodohan-ku itu berakibat lebih fatal lagi, aku tak memperdulikan lagi keadaan-ku, aku harus kembali keruangan itu secepatnya, namun saat sampai disana aku hanya bisa menjerit sekerasnya,



Pikiran-ku dipenuhi dengan rasa bersalah dan penyesalan, Ruangan itu telah kosong dengan hanya ada Jo tergeletak disana dengan tubuh yang bersimbah darah, aku membawanya dengan mobil-ku sendiri ke rumah sakit terdekat, aku terdiam tak tahu apalagi yang harus kulakukan saat seorang dokter keluar dan hanya meminta maaf dari-ku, pihak Club hanya meminta maaf padaku dan memberikan sejumlah uang untuk menutup apa yang terjadi pada-ku, aku menerimanya bukan karena jumlah uang besar yang mereka tawarkan, namun saat ini tak ada yang tahu apa yang telah terjadi padaku malam itu, dan lagi saat itu aku belum tahu bahwa aku tengah mengandung, terlebih hatiku dihantui oleh berjuta penyesalan , aku merasa bahwa akulah yang telah membunuhnya, dan yang bisa kulakukan sekarang hanya menangis..



Tak lama kasus pembunuhan Jo pun digelar namun tak sampai selesai, sebulan kemudian kasus itu pun ditutup, mendengar itu membuat penyesalan di hatiku kian bertambah, terlebih sebuah pukulan lain menghampiri-ku, ya dua hari setelah kasus Jo ditutup aku menyadari bahwa aku tengah mengandung, pukulan demi pukulan itu membuat-ku kian rapuh, aku mulai tertutup dan terus mengurung diriku..



Kesadaran bahwa aku sendiri tak tahu, anak siapa yang berada dalam perut-ku ini, Jo atau keempat pemabuk itu, membuatku kian terpukul, jelas aku tak sudi mengandung anak mereka, sungguh terlebih perasaan bersalah-ku pada Jo, aku telah kehilangan dirinya begitu cepat, saat sebuah harapan kebahagiaan yang abadi akan menghampiri kami segera, semua buyar hanya karena kebohongan-ku, sebuah ketololan karena tak pernah dapat mensyukuri sebuah kebahagiaan yang tengah aku rasakan.



Entah setan apa yang membisiki-ku detik ini, rasanya semua ini harus berakhir sekarang, aku lelah, aku tak mampu lagi bertahan, dan lagi aku yakin aku tak kan sudi merawat anak ini, tak mau ..



Aku membuka laci meja belajar-ku, masih dengan penuh tangisan ini, kuraih sesuatu di dalam laci itu, sebotol kapsul obat tidur yang telah beberapa kali kukonsumsi, 1 butir cukup untuk membuat-ku tidur lelap selama 12 jam, 10 butir mungkin cukup untuk membuatku tidur selamanya, kubuka tutup botol itu kutuang isi nya keatas meja sebelum kuambil butir demi butir ..



I’m sorry , I’m so sorry

But I miss you so



###

Namaku Feby, usiaku baru 17 tahun. Pagi ini setelah selesai mandi aku berdiri di depan cermin, kuperhatikan lekuk liku bayangan tubuhku di dalam sebuah cermin besar yang terpasang di dinding dikamar. Tubuhku yang putih mulus tanpa cela sedikitpun, wajah orientalku yang jelita, kedua mataku yang sipit khas gadis keturunan, rambutku yang hitam indah tergerai sepunggung. Sekali lagi aku menyapu bayangan tubuhku di dalam cermin yang begitu mungil menggemaskan sebelum akhirnya menjatuhkan handuk yang membalut tubuhku, kuperhatikan buntalan payudaraku yang sekal dan ranum padat dihiasi pentil berwarna pink yang meruncing, bulu-bulu jembut tumbuh merintis menghiasi permukaan vaginaku. Tanganku merayap turun ke arah dada, kuusap bulatan susuku yang putih padat dan kuremas-remas sepasang buah dadaku dengan teratur. Ada rasa geli yang menggelitik saat jari tengahku bergerak lembut memutari putingku yang runcing mengeras. Anganku melayang tinggi mencoba menghayalkan seseorang , apakah dia tampan ?? bertubuh putih terawatt ? Tidak..!! aku sama sekali tidak membayangkan sosok lelaki seperti itu, sama sekali tidak…!! Aku sedang asik membayangkan Mang Nurdin , seorang tukang becak langgananku, membayangkan ia menggerayangi lekuk liku tubuhku yang putih mulus, membayangkan mulutnya mencucup puncak payudaraku, membayangkan ia meraih tubuhku yang mungil kemudian menjebloskan batang penisnya yang keras…. Ke dalam….

“Auhhh…. “

Aku tersentak kaget , sedikit kesadaranku yang tersisa mendorongku keluar dari pekatnya halusinasi kenikmatan di dunia khayal, idih!!! betapa kotornya pikiranku, aku bergegas mengenakan pakaian seragamku, kemudian berlari kecil menuruni anak tangga, menuju ruang makan.

“Pagi Mamm, Pihh, Cie..muahh he he he”

“duhh…ni anak…makin manja aja.., duduk sini…”

“emmmhh.. ci Debbie…”

Aku bergelayutan di lengan ciciku.

“Feby.., makan dulu yang bener….”

Mamaku menasihatiku, sedangkan papaku hanya tertawa melihat kemanjaanku.

Seorang pembantu berusia separuh baya menyediakan sarapan pagiku, Mbok Surti begitulah biasanya aku dan keluargaku memanggilnya, pembantu part time yang sudah 3 tahun bekerja di rumahku. Pagi ia kerja jadi pembantu sampe jam 12 siang teng, dengan lahap kusantap sarapan pagiku, waduh laper nih… ^_^.

“mihhh, Pihhh, Cii, Aku duluan yaa…”

“Lhoo…, Papa anter, sekalian nganter Cici kamu….”

“Nggak usah…, Feby naik beca aja pih..”

Aku menghindar saat papaku hendak mengantar.

“Feby… niii…ketinggal, cring cringgg…”

Ci Debbie menggoyang-goyangkan kunciku yang tertinggal di atas meja.

“ehhh iyaaa, mkasih ciii… thaaa..”

Ci Debbie tersenyum saat aku menyambar kunci dari tangannya.

Aku berjalan santai sambil menghirup dalam-dalam udara segar dipagi hari, sebuah senyum malu melintas di bibirku saat melihat sesosok tubuh tinggi kekar yang tengah mengaso di atas kursi becaknya, kudekati becak Mang Nurdin. Kedua mataku mengamati moment yang indah ini dengan menjelajahi tubuh Mang Nurdin yang kekar. Ih…mulut Mang Nurdin sampe mangap-mangap begitu, oww itu lidahnya kelihatan basah dan berlendir, dua orang tukang becak menghampiriku.

“Mau diantar sama saya Non ?? “ Mang Arif mencoba untuk merebut perhatianku.

“sudah Non sama saya sajaa…, “ Mang Oleh ikut-ikutan mencoba menarik perhatianku.

“Enggak makasih…” aku menjawab singkat.

“Mangg Nurdin, Feby sudah sampai nihh, Mangg…, waduh!! MAANGGG..!!“ aku berteriak agak keras mencoba untuk menyadarkan Mang Nurdin.

“E-ehh, Non Feby… “

Ia agak gelagapan, dengan sigap mang Nurdin turun dari atas kursi becaknya dan mempersilahkan-ku untuk naik keatas becak, saat becak melaju aku menengok kebelakang, ahhh, sesuatu itu tercetak menonjol dari balik celana Boxer belel yang dikenakan oleh mang Nurdin, aku pura-pura bercermin , kuarahkan cermin itu kesuatu titik diselangkangan Mang Nurdin , nafasku tertahan , sesak sekali rasanya, tidak terasa perjalanan yang menyenangkan itu berakhir dan aku melompat turun dari atas becak.

“Nonn, nanti mang Nurdin jemput ya”

“Iya mang..!!“

Aku berlari kecil melewati gerbang sekolahku, beberapa orang siswa dan siswi berlari di belakangku. Whuzzz…sebuah angin kencang lewat di kanan tubuhku dibarengi dengan sebuah tamparan keras pada buah pantatku “plakkkkkkk….!!”

“Owwww…!! Airin….!!” kontan saja aku menjerit terkejut, aku menjerit kesal kemudian berusaha mengejar seseorang yang terkekeh sambil berlari mendahuluiku., Airin mempercepat larinya, akupun tidak mau kalah, kejar mengejarpun berlangsung hingga pintu kelas I – E. Airin bersembunyi dibelakang seorang gadis yang tidak kalah cantik dengan kami berdua..

“E-eh kenapa nih ?? kenapa ??“ Santi mencoba meleraiku dan Airin

“Uhhh-ohh, Kingkong.. siKingkonggg…” Airin berbisik keras kemudian buru-buru masuk ke dalam kelas

Santi menarik lenganku ia membalikkan tubuh menyusul Airin, aku menoleh sebentar kebelakang, aku bergidik saat seorang guru bertubuh gembrot melangkah tergesa-gesa dari kejauhan menuju kelas kami, sudah gembrot, jelek, galak, sebel deh, HUEKKKK…!!

“Klekk…!!” Pak Harsono menutupkan pintu kelas

“Selamat pagi anak-anak, tadi bapak melihat ada tiga orang siswi di kelas ini yang tidak disiplin, bapak harap ketiga siswi itu tidak mengulangi perbuatannya..!! kalian kan datang ke sekolah ini untuk belajar dan blah.. blahhh blahhh ”

Suara Pak Harsono menggelegar pandangan matanya begitu tajam menghujam ke arahku, Airin dan Santi yang menggerutu panjang lebar di dalam hati kami masing-masing. Aduh koq wejangan-wejangan Pak Harsono nggak berhenti-berhenti sih..

“dan juga selain itu kalian sebagai anak bangsa seharusnya Ehemm..!! uhh ?!”

Pak Harsono berdehem keras, ia menghentikan wejangannya yang membosankan saat aku menumpangkan kaki kiriku ke atas kaki kanan. Dari arah meja guru mata si gembrot mendelik dengan wajah merah padam dengan leluasa mata Pak Harsono merayapi pangkal pahaku. Aku pura-pura tidak tahu sambil membolak-balik buku pelajaranku, aku membalas tatapan mata mesum Pak Harsono dengan tatapan mataku yang innocent hingga ia salah tingkah di depan kelas. Sambil mengajar Pak Harsono menikmati kemulusan pahaku, kunaikkan kedua kakiku pada besi yang melintang di bawah mejaku, kujingjitkan ujung kakiku sambil mengipas-ngipaskan kedua pahaku yang putih mulus. Pak Harsono semakin keras berdehem, ia terus mengajar sambil menatap pahaku. Aku tertawa kecil dalam hati melihat ekspresi wajah pak Harsono yang berusaha memendam nafsu birahi. Ia menghela nafas kecewa saat loceng sekolah berdentang keras dan menatap sekali lagi kekolong mejaku, matanya nanar menikmati kemulusan pahaku kemudian ia menatap wajahku, setelah merekam kecantikanku, dengan langkah yang terlihat berat ia melangkah keluar dari dalam kelas.

“Tic toc tic toc…!! “ jarum jam di kelasku berlari dengan kencang, tanpa terasa usai sudah kegiatan belajar dan mengajar di sekolahku

Setelah bercipika cipiki dengan kedua sahabatku, dengan cepat aku menuju gerbang sekolah, aku tersenyum saat seorang pengemudi becak menghampiriku.

“Ayo Non, lesss go……” dengan gayanya yang khas Mang Nurdin mempersilahkanku untuk naik becak

Dengan genjotan-genjotan Mang Nurdin, becak yang kutumpangi melaju dengan cepat. Aku melamun jorok sambil mengintip ke belakang melalui sebuah cermin kecil yang kupakai untuk bercermin sambil berpura-pura merapikan rambutku. Becak yang kutumpangi berhenti sebentar saat akan menyebrang jalan dan akhirnya berhenti tepat di depan rumahku, saat akan membayarnya tiba-tiba saja rintik-rintik hujan tercurah dari langit yang kelabu dan semakin deras, dengan spontan aku berteriak keras….

“Masuk dulu manggg, Hujannn….!!”

“Nggak usah Nonn..”

“Nggak apa Manng, ayo masukk!” aku mengundangnya masuk untuk menunggu hujan deras itu reda.

Setelah memarkir becaknya di depan rumah, ia menyusul dan duduk di lantai teras rumahku sambil mengipas-ngipaskan topinya untuk mengusir rasa gerah. Aku memperhatikan setiap lelehan keringat Mang Nurdin, tanganku melayang semakin tinggi, aku duduk di kursi tepat dihadapannya. Entah setan apa yang menggodaku saat perlahan-lahan kurenggangkang pahaku melebar, kuperhatikan Mang Nurdin yang tertunduk mengantuk, matanya terpejam rapat dan akhirnya tertidur sambil bersandar, pada tembok pendek setinggi 75 cm yang membatasi teras rumah dan rumput hijau di halaman depan.
Mang Nurdin

Mang Nurdin

Aku memincingkan kedua mataku, perhatianku terfokus pada tonjolan dicelana boxer belel berwarna hitam itu, hatiku bertanya-tanya apakah benda itu juga hitam seperti kulit tubuh Mang Nurdin, lalu berapa kira-kira panjangnya batangnya. Dengan perlahan aku memajukan wajahku, posisi kedua kaki mang Nurdin sedikit tertekuk mengangkang, posisinya membuatku semakin terangsang, ceglukkk…ceglukk, berkali-kali aku menelan ludah untuk membasahi tenggorokanku yang terasa kering.

“ahhh…..!! gilaaa…“

Aku berseru kaget sambil menarik dan melengoskan wajahku ke arah lain saat kedua kaki Mang Nurdin terjatuh ke samping dari sela-sela bawah celana boxer yang kedodoran aku dapat melihat sebuah benda yang terkulai ke samping. Dengan memberanikan diri aku kembali mengarahkan mataku pada “benda” yang seharusnya tidak terlihat itu, tanganku gemetaran saat berusaha mengarahkan Hp Sony Ericson C905 milikku , c-klek, c-klek, c-klek…, beberapa kali kufoto benda yang terkulai itu dan terus kufoto, ku zoom dan kufoto lagi. Entah berapa puluh kali aku mengabadikan sebuah benda hitam fotogenik diselangkangan Mang Nurdin.

“Dhuarrrr….!! “

“Uhhhh…., beuhhhh… Hoaaaaammmm…”

“Deggg. Degg DEGGGG….!!” jantungku berdetak dengan cepat, suara sambaran petir yang menyalak keras membangunkan mang Nurdin

Ia menggeliat sambil menguap lebar, aku pura-pura mengotak-atik Hpku. Kutundukkan wajahku sedalam mungkin tanpa berani melihat kearah Mang Nurdin yang kembali menggeliat kemudian bangkit berdiri. Aku membuka folder di hpku dan tersenyum nakal melihat hasil jepretanku.

“Hujannya besar ya Non… “ Mang Nurdin mencoba untuk membuka pembicaraan dengan ku.

“i-iya mang , eumm , kelihatannya besar dan panjang banget.., eh, apanya mang ??”

“hujannya , emm, maksud non Feby apanya yang Panjang ya ??

“oooo, enggak koq, maksudku hujannya gede dan panjang , gitu loh mang, ehem..”

Aku berdehem untuk mengusir rasa jengah saat Mang Nurdin menatapku, kusandarkan punggungku ke belakang dan kutumpangkan kaki kananku di atas kaki kiri, secara otomatis rok seragamku naik hingga memperlihatkan pangkal pahaku bagian bawah.

“HAH ?? !! “

Seiring dengan suara seruan kerasnya, kedua mata Mang Nurdin melotot merayapi kemulusan pahaku, sesekali ia menatap wajahku dan menikmati kecantikanku kemudian kembali menatap ke bawah memelototi pangkal pahaku. Setelah menengok ke kiri dan ke kanan Mang Nurdin mendekatiku, ia duduk bersimpuh di hadapanku. Aku hanya tersenyum saat ia berkali-kali menelan ludah sambil menengadah kan wajahnya menatapku. Mang Nurdin semakin horny dan mupeng saat aku mengerlingkan ekor mataku dengan nakal berusaha memberikan lampu hijau untuknya, dan Mang Nurdin menangkap isyaratku dengan sangat baik sekali, bibirnya tersenyum lebar, sinar matanya bertambah mesum saat beradu pandang dengan mataku yang sipit. Aku diam saat ia mendekatkan matanya untuk menikmati kemulusan pahaku dari jarak yang lebih dekat hingga dapat kurasakan hembusan-hembusan nafasnya menerpa kulit pahaku, rupanya ia merasa tidaklah cukup kalau hanya dengan melihat kemulusan pahaku. Kurasakan permukaan telapak tangan kirinya yang terasa kasar mengusap-ngusap betisku kemudian semakin berani perlahan merayap naik ke atas mengusap-ngusap lututku dan menyusup ke dalam rok seragamku dan kemudian jatuh untuk mengusap-ngusap pangkal paha kananku. Dengan sengaja aku menurunkan paha kananku agar telapak tangan kirinya tergencet di bawah pangkal pahaku, tangan mang Nurdin bergerak menekankan kedua pahaku kearah yang berlainan kemudian mengusapi permukaan pahaku bagian dalam.

“Wahhh Nonnn, mulus banget….“ ia memuji kehalusan dan kelembutan permukaan pahaku, suara rintihan lirihku tertelan oleh suara hujan deras dihari itu, sekujur tubuhku merinding panas dingin saat telapak tangan Mang Nurdin semakin aktif merayapi pahaku.

Baru pertama kali ini ada seorang lelaki yang merayapi pahaku, ternyata seperti ini rasanya sentuhan tangan mang Nurdin, jauh lebih nikmat daripada khayalanku selama ini, telapak tangan mang Nurdin terasa kasar namun ada rasa nikmat saat kekasaran itu menyentuh permukaan pahaku yang halus lembut, kedua mataku yang sipit terpejam-pejam menikmati elusan tangan mang nurdin didalam rok seragamku.

“Non, Non Feby…psssssttt..”

“emm ?? eh i-iya mang…kenapa mang ??”

“Kalau ada orang bilang-bilang ya…hupp nge he he”

“Haaaaaa-uh…..!!”

Nafasku tertahan , tanpa meminta persetujuanku mang Nurdin menaikkan kakiku mengangkang ke atas pungungnya. Bagaikan anjing yang rakus ia menjilati dan mencumbui pahaku sebelah dalam, memangut, mencium dan menjilat. Aku berpegangan kuat-kuat pada lengan kursi yang terbuat dari kayu jati, tubuhku gemetar hebat saat cumbuannya hinggap di permukaan celana dalamku, hembusan-hembusan nafas mang Nurdin yang hangat merembas melalui pori-pori kain celana dalam yang kukenakan. Aku merasa nyaman, risih dan malu sekaligus saat ia mengendus-ngendus aroma celana dalamku.

“Wangi bangett, Wuihhh.. Snifffhh.. Snifffhhhh, Lecc-ccckkkkk..”

“Ahhhh…!! MAMPUS Akhuu….!!.maaanggggh…ahhhhhh”

Aku terperanjat, nafasku memburu berdengusan saat batang lidah mang Nurdin menyelinap melalui pinggiran celana dalamku, rasa nikmat itu begitu menggelitik, mengupas rasa ingin tahuku selama ini tentang rasa nikmat. Aku meringis saat batang lidah mang Nurdin berusaha menggapai-gapai bibir vaginaku, tubuhku berkelojotan kesana kemari menghindari rasa geli itu.

“Ahhh..!!”

Aku menepiskan tangannya yang berusaha menarik celana dalamku

“Liat Nonnnnn….”

“Enggak ah.., nggak boleh…!!ee-eh MANG…!!”

Aku terkejut saat mang Nurdin menekankan bahuku agar bersandar ke belakang, wajahnya mendekati wajahku, dengus nafasnya terasa hangat menerpa pipiku, dengan mesra bibir mang Nurdin menempel dibibirku, bibirnya terasa lengket melekat dibibirku, ini benar-benar gila..!! Kuberikan ciuman pertamaku pada seorang tukang becak…?? Sadar Febyyyy…, SADARRRR…!! Aku berusaha menyadarkan diriku, bibir Mang Nurdin yang lengket mulai mengulum-ngulum bibirku, aku menarik bibirku agar terlepas dari kulumannya

“Nggak mau mang, nggak mau, mmmfffhhh.. Mmmmmmm”

Aku merasa jijik sekaligus terangsang saat bibirnya membekap bibirku dan melumat-lumat bibirku, aku bertambah jijik saat merasakan bibirku basah oleh air liur mang Nurdin yang sudah bercampur dengan air liurku, rasa jijik berteriak agar aku menghentikan ciuman pertamaku sedangkan rasa terangsang menyemangati agar aku membalas kuluman mang Nurdin.

“Emmhhh.. mmmhhhh… ummmmhhhh…ckk.. ckk emum-mmhhhh”

Dengan canggung aku mulai memberanikan diri untuk membalas kuluman bibir mang Nurdin, oh, apa ini ?? ada sebuah rasa nyaman dan nikmat sekaligus yang kurasakan saat bibirku dan bibirnya saling mendesak dan saling balas berpangutan sementara tangan mang Nurdin berkeliaran dengan sebebas-bebasnya menggerayangi tubuhku dan mengusapi pahaku yang terkait dalam posisi mengangkang di kedua bahunya.

“M-manggghhhhh…”

Tubuhku seperti menggigil saat ciuman-ciumannya merambat turun keleherku, dengan kasar bibir mang Nurdin memanguti batang leherku dan menghisap leher kananku dengan kuat. Entah kenapa aku tiba-tiba mengingat film drakula apakah seperti ini dihisap oleh Count Nurdin ^_^ , kedua tanganku melingkar memeluk batang leher mang Nurdin, tanpa dapat ditahan lagi, aku merintih lirih dan tampaknya mang Nurdin menyukai suara rintihanku, ia semakin ganas menggeluti dan menghisapi batang leherku hingga meninggalkan bekas-bekas cupang kemerahan.

“Uhhhhh.!!” tubuhku melonjak seperti tersengat listrik saat tangannya meremas celana dalamku di bagian selangkangan dan kemudian mengusapi permukaan celana dalamku.

Mataku bertatapan dengan mata mang Nurdin yang berbinar –binar liar, aku terlena dalam nyamannya rasa nikmat hingga tidak menyadari saat tangannya yang satu lagi mempreteli dua buah kancing baju seragamku sebelah atas dan merayap masuk ke dalam baju seragamku.

“Ohhhhhhhhhhhh…..” aku tersadar kontan saja aku meronta sambil memegangi tangan mang Nurdin yang menyelinap kedalam bra dan merogoh payudaraku

Aku semakin resah saat ia meremas-remas buntalan payudaraku, ahh, luar biasa nikmatnya, ternyata seperti ini rasanya jika payudaraku diremas-remas oleh tangan seorang laki-laki, telapak tangan Mang Nurdin yang kasar bergesekan dengan kulit payudaraku yang halus dan membuahkan rasa nikmat yang sulit sekali untuk diungkapkan dengan kata-kata.

“rileks Nonnn, rileksss….” Mang Nurdin berusaha menenangkanku, aku mencoba untuk menikmati remasan-remasan tangannya, aku memperbaiki posisi bersandarku agar lebih nyaman dengan posisi kedua kakiku mengangkang pasrah, kubiarkan tangan kiri Mang Nurdin meremas dan mengelusi selangkanganku dan tangan kanannya meremas-remas payudaraku. Aku memalingkan wajahku ke arah lain, kugigit bibir bawahku untuk menahan suara desahan dan rintihan yang hampir melompat keluar dari bibirku.

“jangan mang…ee-ehh…, aaa..!!” aku mencekal tangan kirinya yang bergerak cepat menyelinap masuk melalui atas celana dalamku, keempat jarinya yang sudah terlanjur masuk menggaruki dan memijat-mijat permukaan vaginaku. Nafasku terasa semakin berat dan sesak saat rasa nikmat itu semakin menjadi-jadi, gairahku semakin sulit untuk kukendalikan. Untuk beberapa saat lamanya aku terdiam pasrah, seringai mesum mang Nurdin membuatku ketakutan, dalam ketidak berdayaanku aku berusaha untuk menolak dan menghentikan semua kegilaan ini.

“ufffhhh.., M-mang Nurdinn…, enggak ahh, nggakkk mau.. aaa..!!”

kutarik pinggulku ke belakang sambil berusaha mengeluarkan tangan kirinya dari celana dalamku, aku berusaha dan terus berusaha namun tangan mang Nurdin semakin dalam merayap masuk ke dalam celana dalamku dan akhirnya berhasil menangkup selangkanganku. Entah kenapa tubuhku terasa menghangat lemas saat belahan bibir vaginaku mengalami kontak langsung dengan tangannya yang mulai meremas-remas wilayah intimku. Aku mendesah nikmat saat tangan mang Nurdin merayapi bibir vaginaku dan mulai menguruti bibir vaginaku. Aku benar-benar keenakan menikmati urutan-urutan mang Nurdin bibir vaginaku.

“emmmhhh.., hsssshh.. sssshhhhh.. ahhhh” aku tidak menyadari sejak kapan aku mulai mendesis dan mendesah, semuanya terjadi begitu saja, berjalan alami, sealami cairan vaginaku yang meleleh melalui rekahan vaginaku yang masih suci

Aku semakin sering menggelinjang dan menggelepar keenakan saat jari kanan Mang Nurdin menjepit dan memilin-milin putting susuku. Sementara jemari kirinya terus menerus mengelus dan menggesek-gesek belahan bibir vaginaku.

“Manggggg, emmmh-mang Nurdinn aakhhhh cretttt… cretttttttt.. cretttttttt…”

aku mengejang dengan nafas tertahan saat merasakan vaginaku berdenyut-denyut dengan kuat

Semburan-semburan cairan hangat yang nikmat itu membuat tubuhku menggigil dengan hebat. Remasan-remas tangan mang Nurdin membuatku semakin terhanyut menikmati puncak klimas pertamaku bersama seorang laki-laki. Kedua mataku merem melek menikmati sisa-sisa puncak klimaks yang baru saja kualami.

“AWWWWW…..!!” aku menjerit keras saat ia membetot celana dalam yang kukenakan hingga terlolos melewati pergelangan kakiku, dengan reflek aku menarik turun rok seragamku yang tersibak, tanganku melayang di udara….

“Plakkkk……!!” aku menampar wajah Mang Nurdin hingga ia terjengkang.

“ee-ehh, Maaf Non, Maaf….” Mang Nurdin tersentak kaget saat aku bangkit dan meninggalkannya begitu saja diteras rumahku

Aku tidak menggubris permintaan maaf Mang Nurdin, dengan terburu-buru aku mengunci pintu rumahku, dengan dibatasi oleh kaca jendela aku dan Mang Nurdin saling memandang, ia berdiri sambil memegangi celana dalam berwarna putih milikku. Pahaku bagian dalam terasa lengket oleh cairan vaginaku yang meleleh, perlahan-lahan aku melangkah mundur kemudian membalikkan tubuh dan berlari menaiki anak tangga menuju kamarku, wajahku terasa panas karena jengah, masih terasa usapan-usapan telapak tangan mang Nurdin yang merayapi pahaku, masih terasa denyutan-denyutan kenikmatan puncak klimaks itu. Setelah menutup pintu kamar, aku merayap naik keatas ranjang dan bersembunyi di balik bedcover, kupejamkan mataku, aku berusaha menenangkan diri sambil berusaha mengusir sisa-sisa kenikmatan yang masih dapat kurasakan. Semenjak kejadian itu aku berusaha menghindari Mang Nurdin, aku memilih tukang becak yang lain, terkadang aku merasa kasihan saat Mang Nurdin menatapku dari kejauhan. Aku takut dan malu, semuanya berjalan lancar hingga pada suatu siang sepulang sekolah. Aku mendengar seseorang menekan bel rumahku, dengan malas aku melangkah untuk melihat siapa orang yang datang bertamu ke rumahku, deggg…!

“Ada apa ya Mang ??”

“Permisi Non, Mang Nurdin mau numpang ke wc, tolong Nonnn, Toloonggg..”

“Deggg.. deggg..degggg” jantungku berdetakan dengan kencang, aku menyangsikan jawaban Mang Nurdin saat mataku bertatapan dengan tatapan matanya, tatapan matanya begitu liar sementara bibirnya terus menerus memohon agar aku mengizinkan dirinya untuk masuk. Dengan ragu-ragu aku membuka slot berantai yang menahan pintu rumahku, aku mundur kebelakang saat sesosok tubuh hitam besar Mang Nurdin langsung menyelinap masuk kedalam, aku tersentak mendengar suara pintu rumahku yang ditutup dengan kasar.

Aku memejamkan mataku saat ia merengkuh tubuh mungilku ke dalam pelukannya, ah…rasa hangat ini, rasa hangat dan nyaman inilah yang begitu sulit untuk kuusir, Ohh begitu nyaman dan nikmat rasanya pelukan Mang Nurdin.

“Nonn, Mang Nurdin rindu banget sama Non Feby…”

Aku membiarkan tangannya yang menggerayangi tubuhku.

“mang Nurdin ?? mang ingin ke wc kan ??”

Ia tidak menjawab, aku membiarkan Mang Nurdin memelukku.

“ehh, jangan mang , ja-jangann emmmhh emmmhhhh…!! Hmmphh..” aku menarik wajahku kebelakang saat bibir mang Nurdin mengejar bibirku.

Hap…bibir Mang Nurdin mencaplok bibirku, tangan kirinya merengkuh pinggangku yang ramping, sementara tangan kanannya menggerayangi pinggul dan bokongku, pinggangku terjengking ke belakang saat bibirnya mencumbui dan mendesak bibirku. Ia melumat-lumat bibirku hingga aku sesak kehabisan nafas. Gairahku yang kupendam selama berhari-hari langsung meledak hebat menjebol dinding kokoh yang menghalangiku dengannya. Aku membalas memanguti bibir Mang Nurdin, kami berciuman dengan liar untuk melampiaskan rasa sesak di dada.

“Jangan disitu mang..” aku menahan langkahku, saat mang Nurdin menarikku ke dalam sebuah kamar.

“kamarnya Non Feby disebelah mana ??”

“di atas mangg…” jari telunjukku menunjuk ke atas tangga,

Mang Nurdin membopong tubuhku yang mungil menaiki anak tangga menuju kamarku, ditendangnya pintu kamarku yang sedikit terbuka dan dilemparkannya tubuhku keatas ranjang kemudian ia merangkak menaiki tubuhku. Aku terdiam saat Mang Nurdin merebahkan tubuhnya yang kekar menindih tubuhku yang mungil.

“aahhhhhhh, Manggggg!!” aku mendesah menahan beban tubuh Mang Nurdin yang menggeliut liar, aku mengangkat wajahku keatas memberi ruang agar mang Nurdin lebih leluasa menggeluti leherku, nafasnya memburu hangat di sela-sela leherku, tubuhnya yang besar mendesaki tubuhku yang mungil.

“Ufffhhh… “ aku mengeluh saat tangan mang Nurdin menjamah payudaraku yang masih rapih terbungkus dibalik pakaian seragam yang kukenakan

Aku menahan tangan kekar mang Nurdin yang hendak mempreteli kancing baju seragamku, kedua tangan mang Nurdin menekankan kedua tanganku ke atas kepala agar tidak banyak bertingkah, wajahnya mendekati wajahku. Untuk beberapa saat lamanya Mang Nurdin menatapku, aku memejamkan kedua mataku saat bibirnya membekap bibirku.

“emmm,,, mmmmmhh ckk emmmhhhhh” Mang Nurdin begitu rakus melumat-lumat bibirku, ia menyedot air liurku hingga kering, kemudian kurasakan batang lidahnya menekan masuk ke dalam mulutku dan menggelitiki langit-langit mulutku

Aku mencoba untuk membalas cumbuan Mang Nurdin, suara desah dan rintihanku ditimpa oleh suara gemuruh nafas seorang tukang becak bertubuh tinggi kekar yang tengah menindih tubuhku.

“Non Feby cantik banget sih, cicinya Non Feby juga cantik, bilang sama Non Debbie Mang Nurdin pengen nyomot susunya he he he he”

“jangan kurang ajar mang..!!”

Aku membentak mang Nurdin untuk membela ciciku Debbie. Mang Nurdin membelai wajahku kemudian bibirnya kembali memangut-mangut bibirku, dengan malu-malu mau aku membalas pangutan – pangutannya. Kujulurkan batang lidahku keluar, ada sengatan nafsu saat lidahku dan lidah Mang Nurdin saling membelai, bergelut bergelung, membelit-belit dan saling memutari dengan mesra.

“Huuhhh , mmmhhh.. Hssshh Sssshhhh” aku mendesis saat merasakan hisapan-hisapan mulutnya merambat mencupangi batang leherku

Aku pasrah saat tangan Mang Nurdin kembali menjamahi dadaku, wajahnya merosot turun, kemudian bersembunyi ke dalam rok seragamku, batang lidahnya menyelinap melalui pinggiran celana dalamku, terpaan hawa hangat menyelinap menghembus permukaan, jilatan – jilatan batang lidah mang Nurdin pada permukaan celana dalamku membuat diriku menggigil nikmat, tubuhku memanas terbakar oleh nafsu liarku.

“ee, ennnhhhhh crr crrrrr crrttttt…..”

Vaginaku berdenyutan dengan nikmat, nikmat sekali hingga aku menggelepar dengan nafas tertahan-tahan, cairan vaginaku yang merembes membasahi celana dalamku dihisap habis oleh Mang Nurdin kudorong kepala mang Nurdin keluar dari dalam rok seragamku, dengan mesra mang Nurdin memeluk tubuhku yang berpeluh, ia berbisik mesum di telinggaku.

“Cairan memek Non gurih sekali, boleh mamang lihat memeknya ??”

Mang Nurdin mendesah kecewa saat aku menggelengkan kepalaku, untuk melampiaskan kekecewaannya Mang Nurdin menggerayangi tubuhku. Seorang tukang becak berwajah buruk kini begitu leluasa dan bebas merayapkan tangannya pada tubuhku. Berkali-kali bibir Mang Nurdin mengecupi bibirku, tangannya merayap masuk ke dalam rok seragamku kemudian mengelus dan meremas-remas permukaan celana dalam di bagian selangkanganku. Berkali-kali mang Nurdin membimbingku menuju puncak klimaks, tubuhku terasa lelah, aku menolak keinginan Mang Nurdin saat ia hendak menggeluti tubuhku kembali untuk yang kesekian kali.

“Sudah mang, Feby nggak mau…, capek”

“Ya sudahh kalau Non nggak mau sih, nggak apa-apa, Mang Nurdin mau narik becak dulu yak Non…makasih ya”

Telapak tangan mang Nurdin mengusap peluh wajahku dan mengecup keningku. Aku hanya terdiam, entah harus berkata apa, setelah merapikan pakaian seragamku. Aku mengantar mang Nurdin, sebelum aku menutupkan pintu rumahku, mang Nurdin membalikkan tubuh dan menatapku, wajahku memanas saat ia berbisik pelan.

“Non,besok Mamang antar kesekolah ya…, terus kita main-main lagi, jangan terlalu pelit nonnn, supaya lebih nikmattt.. he he he he he”

Sebuah senyuman melebar diwajah Mang Nurdin saat aku mengangguk, kututupkan dan kukunci pintu rumahku. Dengan langkah gontai aku menuju kulkas yang terletak di dapur, kuteguk habis segelas air dingin untuk meredakan gejolak di hatiku. Aku menghempaskan pinggulku di atas sofa empuk di ruang keluarga, dengan sebuah remote kunyalakan TV LCD berukuran 42 inch, oh betapa nikmat kurasakan saat tubuhku digerayangi oleh seorang tukang becak langgananku, bisikan hawa nafsu menggelitiki akal sehatku. Aku mulai bertanya-tanya penasaran dalam hati, bagaimana rasanya jika batang penis Mang Nurdin menusuki belahan vaginaku??

“aaahhhh, kau gila Feby, kau gila….!!”

Aku menjauhkan rasa ingin tahu yang rasanya terlalu kotor untukku. Aku mengutuki diriku sendiri, walaupun pakaianku masih melekat ditubuhku namun seorang tukang beca sudah menggerayangi hampir seluruh lekuk liku tubuhku yang menggairahkan, menggeluti tubuhku sepuas yang ia mau, dan aku tidak kuasa untuk menolak keinginannya atau lebih tepatnya aku tidak kuasa untuk menahan keinginanku yang begitu liar.

******************************

Siang di sekolah

Entah kenapa hari itu terasa begitu lama, berkali-kali aku menatap kesal pada jam dinding kelasku yang berjalan lambat tertatih-tatih, saat aku sedang asik melamun, Airin menyenggol lenganku.

“Psssttt.., Feby…, halaman 105 paragraf 4” aku menoleh ke arah Airin yang berbisik.

“Hahh, ?? ngapain ??” aku gelagapan tersadar dari lamunanku

“dibacaaa, duhh, giliran kamu yang ngelanjutin tau” Airin kembali berbisik pelan

“ehem.., ehemmm”

Setelah pura-pura berdehem beberapakali aku mulai membaca. Entah kenapa aku merasa geli saat mengucapkan kata control, he he he, untung saja lidahku tidak sampat terpeleset, kalau saja lidahku sampai terpeleset mengucapkan sebuah benda di selangkangan mang Nurdin kan bisa gempar nich ^_^, Aku membaca sambil menahan tawa, akhirnya setelah berjuang mati-matian giliranku pun usai.

“hssshhh…” aku mendesis saat sebuah cubitan pedas mampir di pinggangku.

“kalau lagi belajar yang serius,…”

“Hssshhh…” Airin mendesis sambil menarik lengannya yang balas kucubit

“C-takk…”

“uffhh..”

Aku menarik dadaku saat sebuah karet menembak dibagian yang kubanggakan, aku mendelik ke arah si penembak yang cengengesan, ia duduk sejajar di depan Airin..

“he he he…” Shanti terkekeh,

“Krettt… Krrittttt….!!Kriitttt…” terdengar suara berderitan saat ia menggeserkan kursi maju ke depan hingga payudaranya menempel pada meja untuk menghindari tendanganku yang mencoba menendang pinggulnya dari belakang.

“COBA YANG TIDAK MAU BELAJAR!!, SILAHKAN KELUAR..YA!!” Ibu Grace membentak keras, pertarungan sengit antara aku, Airin dan Shantipun segera terhenti, kami bertiga tertunduk tanpa berani membalas tatapan mata Bu Grace yang dingin, bunyi lonceng sekolah menyelamatkan kami bertiga dari hukuman Bu Grace.

“dasar perawan tua , meow meow…” Shanti mengeong meledek Bu Grace.

“Belum merasakan sentuhan laki-laki sihh, jadi galaknya nggak ketulungan, belum tahu arti kenikmatan” tanpa sadar aku keceplosan mengucapkan hal yang seharusnya tidak pantas aku ucapkan..

“Iya betul tuhh..!! Eittt….tar dulu.., emangnya kamu pernah ya??”

Airin mengintrogasiku, ia menatapku dengan tatapan mata menyelidik.

“HAhh ?? apaan…?? Enak aja..!! ” aku memalingkan wajahku kearah lain.

“Sama siapa ?? gimana rasanya?? enak nggak?? “ Shanti ikut bertanya, ia semakin antusias ikut menyelidikiku

“Feby cerita dongg, sama siapa ?? ayooo dooonggg” Airin merengek agar aku membagikan pengalamanku.

Akhirnya dengan terpaksa aku bercerita dengan suara berbisik-bisik, Airin dan Shanti mendengarkan ceritaku. Wajah mereka merona merah karena merasa jengah dan risih mendengar apa yang terjadi antara aku dan Mang Nurdin, untuk beberapa saat lamanya aku, Airin dan Shanti hanya terdiam. Ceritaku memang sudah usai namun efeknya menjalar hebat menghangati tubuh kami bertiga, tanpa banyak ber ba – bi – bu, kami bertiga meninggalkan ruangan kelas yang sepi, Airin dan Shanti pulang saling menyusul dengan dijemput oleh sopir mereka, kuperhatikan dari kejauhan mang Nurdin mengayuh becaknya, dia sopirku T_T.

“ayo nonn, kita… he he he” Mang Nurdin tidak melanjutkan kata-katanya,

Aku menekuk wajahku dalam-dalam, tanpa bicara aku naik dan duduk di bangku becaknya. Setelah sampai, mang Nurdin mengikat becaknya pada teralis besi yang memagari rumahku, ia pura-pura mengaso di dalam becak. Setelah keadaan aman ia menyelinap masuk ke dalam. Detak jantungku berdebar dengan kencang saat mendengar suara langkah-langkah kaki menghampiri kamarku, pintu kamarku terbuka lebar dan tertutup dengan suara keras, “Brakkk…”

Tubuhku terasa mencair saat Mang nurdin menyergapku, tangannya mencapit pinggangku yang ramping dengan mudahnya ia mengangkat dan mendesakkan tubuhku menggantung pada dinding kamar. Wajahku sejajar dengan wajahnya, bibirnya langsung memangut dan melumati bibirku, gejolak birahi begitu hebat merayapi tubuhku hingga sepasang kakiku melejang-lejang di udara.

“aa-aduhh oummm…, emufffhhh. Emuffff, eummmmhhhhh…” suara keluhanku ditelan oleh mulut Mang Nurdin, ia begitu rakus menghisap-hisap bibirku

Nikmat sekali rasanya saat bibir mang Nurdin mengulumi bibirku, tanpa melepaskan kulumannya batang lidah Mang Nurdin memaksa menyeruak kedalam mulutku dan mencoba untuk membelit-melit lidahku. Aku semakin tersiksa oleh rasa sesak dan juga terhanyut oleh rasa nikmat, aku menggigit lidahnya untuk membebaskan sekapannya pada bibirku.

“Ataaatahhh…??!!, Hepphhhh…” Mang Nurdin menarik mulutnya, bibirnya agak manyun, aku buru-buru menarik nafas untuk mengisi rongga dadaku yang kekurangan udara,tanpa mempedulikanku yang termegap-megap kehabisan nafas. Batang lidah mang Nurdin menari-nari di rahang dan telingaku, sesekali ia melumat bibirku yang berdesahan, sekeliling mulutku terasa basah oleh air liur mang Nurdin, saat aku sedang asik menikmati cumbuannya pada daun telinggaku tiba-tiba.

“akhhsss, manggg, “ aku menarik kepalaku kesamping menghindari gigitan mang Nurdin pada daun telingaku.

“Mang ..! jangan main gigit begitu dongg…!!” aku cemberut.

“Lho ?? koq marah, Febykan tadi ngigit lidah Mang Nurdin masa mang Nurdin nggak boleh bales….hemm ?? cuphhh,, cupphh cuppphhh” Mang Nurdin mengecupi bibirku yang meruncing.

“Salah sendiri lidah mang Nurdin nyelenong seenaknya, nggak minta izin dulu..” aku menjawab ketus, mau memang sendiri, kumenarik kepalaku kesamping untuk menghindari mulut mang Nurdin yang mengejar daun telinggaku

Tubuhku menggeliat kuat , meronta untuk melepaskan diri namun tampaknya cekalan kedua tanganku pada pinggulku terlampau kuat, percuma saja aku mencoba untuk meronta melepaskan diri darinya.

“aaaaaaa-ahh-ahhhhhhh Mangggggg…” aku mendesah-desah saat ia kembali menggeluti daun telinggaku

Aku mencoba menggeleng-gelengkan kepalaku saat rasa geli itu menggelitikidaun telinggaku, tubuhku terasa menghangat saat bibir mang nurdin mencumbui daun telinga, rahang dan sisi leherku sebelah kiri. Aku menolehkan wajahku ke arahnya, kupangut bibirnya agar mulutnya dan lidahnya berhenti menggelitiki daun telingaku, lidahku terjulur melawan desakan batang lidah Mang Nurdin. Lidahku dan lidah Mang Nurdin saling menjilat, mendesak dan bergelut.

“Happp., nyemmmm, emmmhhhhh.. “

Saat mang Nurdin mencapluk batang lidahku aku mendesakkan wajahku hingga bibirku mendesak bibir mang Nurdin, suara decak-decak keras terdengar menggairahkan menaikkan birahiku bersamanya,suara rintihan tertahanku membuat mang Nurdin bertambah bernafsu mengulum bibirku.

“Manggg Nurdinnnnnn, Mannngggg….,ohhhh” suaraku gemetar seperti orang yang sedang kedinginan, wajahku terangkat-angkat keatas menikmati cumbuan dan hisapan-hisapan mulut Mang Nurdin, terkadang aku merasa mulutnya seperti sedang mengunyahi batang leherku yang putih jenjang, wajahku terkulai ke kiri dan ke kanan saat tukang becak itu menyantap batang leherku, menjilat, menghisap-hisap, mengecupi hingga aku merintih menahan rasa geli yang membuatku semakin gelisah., sesekali aku meringis saat merasakan gigitan-gigitan lembut Mang Nurdin.

Aku tertunduk malu saat mang Nurdin menurunkan tubuhku, jari telunjuknya mengangkat daguku, ia mengecup keningku dan menarikku ke arah ranjang.

“duduk disini Non…” Mang Nurdin duduk di pinggiran ranjang, ia memintaku untuk duduk di pangkuannya dalam posisi melintang agar lebih nyaman aku mengaitkan lenganku pada lehernya

Tangan kiri mang Nurdin menopang punggungku sementara tangan kanannya menyelinap masuk ke dalam rok dan menggerayangi pahaku.

“manggg..!!” aku mencegah tangannya yang hendak mempreteli kancing baju seragamku.

“Feby, Mang Nurdin pengen lihat susu, boleh ya?” mang Nurdin terus membujukku agar mau menuruti keinginannya.

“buka ya, liat dikitt.. ajaaaaa…”

Akhirnya aku mengangguk.

“Tapi Cuma sedikit kan mang..??janji ?”

“Iya mamang janji, cuma liat…dikit”

Mang Nurdin menyibakkan rok seragamku ke atas kemudian telapak tangannya mengelus-ngelus pahaku yang halus mulus, aku membuka sebuah kancing baju seragamku bagian atas.

“Ah, belum kelihatan, satu lagi…”

“satu ya mang…”

“Iya satuu, ayoo dibuka…”

Aku melepaskan kancing baju seragamku yang kedua.

“belumm, masih belum kelihatan…satu lagi”

Aku menekuk wajahku berusaha melihat kearah payudaraku.

“Sudah mang, kelihatan koq..”

“belumm satuuu aja, cuma satu lagi koq…”

“satu ya mang…., terakhir…”

“iyaaa.., satu aja , nahhh begituuu.., aduh masih belumm…”

Akhirnya satu per satu kancing baju seragamku terlepas dari lubangnya, entah aku yang bodoh atau Mang Nurdin yang cerdik hingga aku tidak menyadari seluruh kancing baju seragamku kini terlepas, dengan gerakan kilat mang Nurdin menyibakkan baju seragamku, kedua matanya melotot kearah dadaku sambil berseru keras.

“ANJINGGG…!! WAHHHH !!!”

Mata mang Nurdin menatapku kemudian menatap bongkahan payudaraku yang mengintip dari pinggiran cup bra putih yang kukenakan, sepertinya ia hampir tidak percaya menyaksikan keindahan gundukan payudaraku yang padat dan putih.

“Ahh Mangggg…” aku terperanjat saat tangan mang Nurdin menarik cup Bra kiri yang kukenakan kebawah, payudaraku melompat keluar dan tersangga oleh cup braku. Tanganku melintang berusaha menyembunyikan payudaraku dari tatapan matanya yang liar.

“Uhhh ?? jangan mangg..!!ahhh, aduhhh..!! ee-ehhh…!!aww..!!“

Tangan kiriku mencekal pergelangan tangan Mang Nurdin yang hendak menarik celana dalamku, sementara tangan kananku menahan turunnya celana dalam berwarna krem yang kukenakan. Tangan mang Nurdin yang tadinya hendak menarik turun celana dalamku kini bergerak cepat keatas menangkap buntalan payudaraku. Aku terdiam sambil memegangi celana dalamku kuat-kuat saat merasakan mang Nurdin meremas-remas payudaraku, keringatku mengucur, entah kenapa hari ini terasa begitu panas….

“Manggg, Mang Nurdhinnnn ii-ihhh…,adu-duh aaaa..”

“Gimana non, enakk ?? nge he he he”

Jari tengah mang Nurdin memutari putting susuku yang mengeras, aku merintih lirih akibat gerakan nakal yang dilakukan mang Nurdin, ia meremas dan menggelitiki putting susuku. Dadaku terangkat saat tangan Mang Nurdin mendorong punggungku, wajahnya menunduk menghampiri payudaraku yang membusung ke atas.

Sekujur tubuhku serasa membeku sulit untuk kugerakkan saat mulutnya memayungi puncak payudaraku. Ada rasa hangat bercampur rasa takut saat mulut Mang Nurdin mendekati puncak payudaraku.

“aaaa, AHHHHHHHHH….!!ennh ennmmMANGG, Ahhhh hsssh ahssshho-uhh” aku mendesis keras saat mulutnya yang terbuka lebar mencucup puncak payudaraku.

“Aduhhh….!!” aku mendorong kepalanya saat merasakan hisapan kuatnya pada puncak payudaraku.

“he he he, kenapa Non ?? “

“geli, mang, sudah ah, sudah, ahhh-emmmhh mmmhhhh….“

Mulut Mang Nurdin membekap bibirku yang protes ingin menyudahi permainan yang tidak sepantasnya kumainkan, suaraku menghilang terbekap oleh mulutnya, kurasakan tangannya mengelusi pinggang dan meremas pinggulku kemudian turun menggerayangi kemulusan pahaku. Aku menggelepar saat mang Nurdin meremasi permukaan celana dalam di bagian selangkanganku.

“aaaaww.., crrr crrr crrr…”

Aku memekik kecil, cairan kenikmatanku muncrat berdenyutan, selangkanganku terasa hangat, ada rasa lengket saat mang Nurdin mengurut-ngurut permukaan celana dalamku, dengan menggunakan punggung tangan aku mengusap peluh yang mengucur di dahi dan rahangku.

“ahh…” aku mendesah pendek saat ia membalikkan tubuhku ke arahnya

Tangan mang Nurdin menarik cup braku yang satunya lagi, kini kedua buntalan payudaraku yang padat membusung tertahan oleh cup braku. Kedua tangannya yang kekar merengkuh pinggangku dan membelit bagaikan gelang yang melingkar mengunci tubuhku. Wajahnya mendekati dadaku, aku mendesah saat merasakan nafas mang Nurdin memburu menerpa payudaraku, ada udara hangat yang menghembusi payudaraku dan aku gelisah merasakan hembusan-hebusan nafas hangat mang Nurdin, rasa takut kembali mencekamku saat mulutnya menghampiri payudaraku sebelah kanan.

“Manggg, MAnggg Nurdin, eh-eh, Ow Ow Owwww…!!”

Aku berusaha mendorong, menjauhkan kepala Mang Nurdin dari dadaku, jika ia berusaha menjilat putingku sebelah kiri maka aku menarik payudaraku sebelah kiri hingga terhindar dari jilatan lidahnya demikian juga halnya jika ia berusaha menjilat putting dadaku sebelah kanan. Aku terus mencoba meronta untuk melepaskan diri dari belitan kedua tangannya. Semakin kuat aku meronta semakin kuat pula mang Nurdin membelitkan kedua lengannya pada tubuhku, belitannya semakin kuat seperti akan meremukkan-ku, belitan lengan kekarnya mengendor saat aku kecapaian dan berhenti meronta. Ia medekap tubuhku erat-erat seolah sedang mematenkan kepemilikannya atas diriku yang kini terdiam pasrah saat wajahnya menghampiri payudaraku, mulutnya memanguti puncak payudaraku.

“auhh, enh-nnnhhh ohh mangg Nurdinnnn…, aa-ampun mang Ampun akhh.. gelii”

Aku mencoba menahan rasa geli saat mulut Mang Nurdin mengecupi buntalan payudaraku, kucuran keringat semakin banyak melelehi belahan payudaraku. Mang Nurdin menjilati lelehan keringatku sambil mengecupi belahan payudaraku, habis sudah buntalan payudaraku dihisap dan dicumbui olehnya. Berkali-kali wajahku terangkat keatas dengan kedua mata terpejam menikmati jilatan-jilatan batang lidahnya pada putting susuku yang keras meruncing, semakin sering pula tubuhku terbungkuk-bungkuk menahan rasa nikmat saat mulutnya mengenyot-ngenyot puncak payudaraku bergantian yang kiri dan yang kanan. Kedua telapak tanganku menjepit wajah mang Nurdin kemudian mengangkat wajahnya, kujulurkan batang lidahku mendesak mulut seorang tukang becak yang wajahnya sangat jauh dari kata tampan, kupanguti bibir Mang Nurdin, ia membalas pangutan-pangutanku. Dengan mesra bibirku dan bibirnya saling mengulum, dengan membawa tubuhku mang nurdin menggeser tubuhnya, ia berbaring dibawah tindihan tubuhku yang mungil,perlahan kuturunkan sepasang payudaraku mendesak dada mang Nurdin, tangan kanan mang nurdin menekan punggungku hingga dadaku semakin tergencet menekan dadanya, kugerakkan payudaraku menggeseki dada mang Nurdin yang berbulu lebat.

Aku menurut saat diposisikan menungging bertumpu pada dengkul dan telapak tanganku sementara wajah mang Nurdin bergeser dan berhenti tepat ke bawah payudaraku yang menggantung, kurasakan kedua tangannya mengelusi dan meremas-remas payudaraku, punggungku ditekan hingga payudaraku turun kebawah, putting susuku jatuh kedalam mulut mang nurdin, nyot.., nyotttt…! Ia mengenyot susuku kuat-kuat.

“aduhh mangg, aduhhhh, adu-du-duh!!” aku mengaduh berkali-kali sambil merusaha mengangkat payudaraku dari mulut mang Nurdin,

Gerakan punggungku tertahan oleh tangannya, aku menjerit kecil, sekujur tubuhku mengejang hebat saat mulutnya mengemut-ngemut puncak payudaraku dan lidahnya menggelitiki putik susuku yang runcing karena terangsang. Nafasku terengah-engah menahan rasa nikmat saat ia menyusu dengan rakus pada buah dadaku yang ranum, aku seakan dipaksa untuk merintih dan terus merintih menahan kenyotan-kenyotan mulut mang Nurdin yang terasa geli dan nikmat.

“Ouhhh…, Owwwww…!!!! “

Aku buru-buru menggulingkan tubuhku ke samping, tanganku menahan celana dalamku, dengan kasar ia membetot celana dalamku. Aku menjerit saat celana dalamku terbetot lepas, terlolos melewati pergelangan kakiku, dengan nafas yang memburu Mang Nurdin menindih tubuhku yang sudah setengah telanjang. Aku terus meronta di bawah tindihan tubuh Mang Nurdin yang semakin bernafsu menggerayangi dan menciumiku.

“Enggak , Nggak mauuu…!!” dengan sekuat tenaga aku meronta dan mendorong tubuh mang Nurdin

Aku berguling dan melompat dari atas ranjang, aku berusaha berlari keluar dari dalam kamar saat mang Nurdin mengejarku.

“TIDAKK…!! Aaaahhh Hummphhh, MHEEMMMMPHHH…!!” aku menjerit ketakutan dan tangan kekar itu membekap mulutku dan yang satunya membelit tubuhku dari arah belakang.

“Nonn, tenang Non, tenanggg….” Mang Nurdin berusaha menenangkanku, setelah aku mengangguk, ia melepaskan bekapan tangannya pada mulutku.

“J-jangan mang, sudah…, sudahhh….”

Aku menepiskan tangannya yang menggerayangi tubuhku.

“Non Feby, Mang Nurdin janji nggak akan ngapa-ngapain Non Feby…, tapi tolong biarkan mang Nurdin nyicipin memeknya Non Feby, sebentar aja…, mang nurdin pengen ngisepin memeknya Non Feby, cuma oral koq nggak akan lebih dari itu..”

“T-tapi Mang, Saya takut..hhk hkkkk…”

“Aduhh, jangan nangis Non…., sini Non…, dijamin enak”

“Nggakk Maa…UUU…!!keluar mang..!!, KELUAR atau saya teriak Nihhh..!!“

Aku menepiskan tangannya dengan kasar dan mengusir Mang Nurdin, wajah mesum mang Nurdin berubah panik dan ketakutan, dengan terburu-buru ia keluar dari dalam kamarku.

“Cklekkk…” secepat kilat aku menutupkan dan mengunci pintu kamarku , aku bersandar pada daun pintu kamarku yang terkunci rapat, jantungku berdetak dengan kencang “dig dugg.diggg duggg diggg dugggg…” Perlahan-lahan tubuhku merosot turun, aku meringkuk sambil memeluk kedua lututku. Aku benar-benar ketakutan dengan apa yang baru saja kulakukan bersama seorang tukang becak yang tentu saja statusnya jauh sekali dibawahku. Sayup-sayup aku mendengar suara seseorang membuka dan menutupkan pintu pagar rumahku.