Senin, 04 Januari 2010


Namaku Feby, usiaku baru 17 tahun. Pagi ini setelah selesai mandi aku berdiri di depan cermin, kuperhatikan lekuk liku bayangan tubuhku di dalam sebuah cermin besar yang terpasang di dinding dikamar. Tubuhku yang putih mulus tanpa cela sedikitpun, wajah orientalku yang jelita, kedua mataku yang sipit khas gadis keturunan, rambutku yang hitam indah tergerai sepunggung. Sekali lagi aku menyapu bayangan tubuhku di dalam cermin yang begitu mungil menggemaskan sebelum akhirnya menjatuhkan handuk yang membalut tubuhku, kuperhatikan buntalan payudaraku yang sekal dan ranum padat dihiasi pentil berwarna pink yang meruncing, bulu-bulu jembut tumbuh merintis menghiasi permukaan vaginaku. Tanganku merayap turun ke arah dada, kuusap bulatan susuku yang putih padat dan kuremas-remas sepasang buah dadaku dengan teratur. Ada rasa geli yang menggelitik saat jari tengahku bergerak lembut memutari putingku yang runcing mengeras. Anganku melayang tinggi mencoba menghayalkan seseorang , apakah dia tampan ?? bertubuh putih terawatt ? Tidak..!! aku sama sekali tidak membayangkan sosok lelaki seperti itu, sama sekali tidak…!! Aku sedang asik membayangkan Mang Nurdin , seorang tukang becak langgananku, membayangkan ia menggerayangi lekuk liku tubuhku yang putih mulus, membayangkan mulutnya mencucup puncak payudaraku, membayangkan ia meraih tubuhku yang mungil kemudian menjebloskan batang penisnya yang keras…. Ke dalam….

“Auhhh…. “

Aku tersentak kaget , sedikit kesadaranku yang tersisa mendorongku keluar dari pekatnya halusinasi kenikmatan di dunia khayal, idih!!! betapa kotornya pikiranku, aku bergegas mengenakan pakaian seragamku, kemudian berlari kecil menuruni anak tangga, menuju ruang makan.

“Pagi Mamm, Pihh, Cie..muahh he he he”

“duhh…ni anak…makin manja aja.., duduk sini…”

“emmmhh.. ci Debbie…”

Aku bergelayutan di lengan ciciku.

“Feby.., makan dulu yang bener….”

Mamaku menasihatiku, sedangkan papaku hanya tertawa melihat kemanjaanku.

Seorang pembantu berusia separuh baya menyediakan sarapan pagiku, Mbok Surti begitulah biasanya aku dan keluargaku memanggilnya, pembantu part time yang sudah 3 tahun bekerja di rumahku. Pagi ia kerja jadi pembantu sampe jam 12 siang teng, dengan lahap kusantap sarapan pagiku, waduh laper nih… ^_^.

“mihhh, Pihhh, Cii, Aku duluan yaa…”

“Lhoo…, Papa anter, sekalian nganter Cici kamu….”

“Nggak usah…, Feby naik beca aja pih..”

Aku menghindar saat papaku hendak mengantar.

“Feby… niii…ketinggal, cring cringgg…”

Ci Debbie menggoyang-goyangkan kunciku yang tertinggal di atas meja.

“ehhh iyaaa, mkasih ciii… thaaa..”

Ci Debbie tersenyum saat aku menyambar kunci dari tangannya.

Aku berjalan santai sambil menghirup dalam-dalam udara segar dipagi hari, sebuah senyum malu melintas di bibirku saat melihat sesosok tubuh tinggi kekar yang tengah mengaso di atas kursi becaknya, kudekati becak Mang Nurdin. Kedua mataku mengamati moment yang indah ini dengan menjelajahi tubuh Mang Nurdin yang kekar. Ih…mulut Mang Nurdin sampe mangap-mangap begitu, oww itu lidahnya kelihatan basah dan berlendir, dua orang tukang becak menghampiriku.

“Mau diantar sama saya Non ?? “ Mang Arif mencoba untuk merebut perhatianku.

“sudah Non sama saya sajaa…, “ Mang Oleh ikut-ikutan mencoba menarik perhatianku.

“Enggak makasih…” aku menjawab singkat.

“Mangg Nurdin, Feby sudah sampai nihh, Mangg…, waduh!! MAANGGG..!!“ aku berteriak agak keras mencoba untuk menyadarkan Mang Nurdin.

“E-ehh, Non Feby… “

Ia agak gelagapan, dengan sigap mang Nurdin turun dari atas kursi becaknya dan mempersilahkan-ku untuk naik keatas becak, saat becak melaju aku menengok kebelakang, ahhh, sesuatu itu tercetak menonjol dari balik celana Boxer belel yang dikenakan oleh mang Nurdin, aku pura-pura bercermin , kuarahkan cermin itu kesuatu titik diselangkangan Mang Nurdin , nafasku tertahan , sesak sekali rasanya, tidak terasa perjalanan yang menyenangkan itu berakhir dan aku melompat turun dari atas becak.

“Nonn, nanti mang Nurdin jemput ya”

“Iya mang..!!“

Aku berlari kecil melewati gerbang sekolahku, beberapa orang siswa dan siswi berlari di belakangku. Whuzzz…sebuah angin kencang lewat di kanan tubuhku dibarengi dengan sebuah tamparan keras pada buah pantatku “plakkkkkkk….!!”

“Owwww…!! Airin….!!” kontan saja aku menjerit terkejut, aku menjerit kesal kemudian berusaha mengejar seseorang yang terkekeh sambil berlari mendahuluiku., Airin mempercepat larinya, akupun tidak mau kalah, kejar mengejarpun berlangsung hingga pintu kelas I – E. Airin bersembunyi dibelakang seorang gadis yang tidak kalah cantik dengan kami berdua..

“E-eh kenapa nih ?? kenapa ??“ Santi mencoba meleraiku dan Airin

“Uhhh-ohh, Kingkong.. siKingkonggg…” Airin berbisik keras kemudian buru-buru masuk ke dalam kelas

Santi menarik lenganku ia membalikkan tubuh menyusul Airin, aku menoleh sebentar kebelakang, aku bergidik saat seorang guru bertubuh gembrot melangkah tergesa-gesa dari kejauhan menuju kelas kami, sudah gembrot, jelek, galak, sebel deh, HUEKKKK…!!

“Klekk…!!” Pak Harsono menutupkan pintu kelas

“Selamat pagi anak-anak, tadi bapak melihat ada tiga orang siswi di kelas ini yang tidak disiplin, bapak harap ketiga siswi itu tidak mengulangi perbuatannya..!! kalian kan datang ke sekolah ini untuk belajar dan blah.. blahhh blahhh ”

Suara Pak Harsono menggelegar pandangan matanya begitu tajam menghujam ke arahku, Airin dan Santi yang menggerutu panjang lebar di dalam hati kami masing-masing. Aduh koq wejangan-wejangan Pak Harsono nggak berhenti-berhenti sih..

“dan juga selain itu kalian sebagai anak bangsa seharusnya Ehemm..!! uhh ?!”

Pak Harsono berdehem keras, ia menghentikan wejangannya yang membosankan saat aku menumpangkan kaki kiriku ke atas kaki kanan. Dari arah meja guru mata si gembrot mendelik dengan wajah merah padam dengan leluasa mata Pak Harsono merayapi pangkal pahaku. Aku pura-pura tidak tahu sambil membolak-balik buku pelajaranku, aku membalas tatapan mata mesum Pak Harsono dengan tatapan mataku yang innocent hingga ia salah tingkah di depan kelas. Sambil mengajar Pak Harsono menikmati kemulusan pahaku, kunaikkan kedua kakiku pada besi yang melintang di bawah mejaku, kujingjitkan ujung kakiku sambil mengipas-ngipaskan kedua pahaku yang putih mulus. Pak Harsono semakin keras berdehem, ia terus mengajar sambil menatap pahaku. Aku tertawa kecil dalam hati melihat ekspresi wajah pak Harsono yang berusaha memendam nafsu birahi. Ia menghela nafas kecewa saat loceng sekolah berdentang keras dan menatap sekali lagi kekolong mejaku, matanya nanar menikmati kemulusan pahaku kemudian ia menatap wajahku, setelah merekam kecantikanku, dengan langkah yang terlihat berat ia melangkah keluar dari dalam kelas.

“Tic toc tic toc…!! “ jarum jam di kelasku berlari dengan kencang, tanpa terasa usai sudah kegiatan belajar dan mengajar di sekolahku

Setelah bercipika cipiki dengan kedua sahabatku, dengan cepat aku menuju gerbang sekolah, aku tersenyum saat seorang pengemudi becak menghampiriku.

“Ayo Non, lesss go……” dengan gayanya yang khas Mang Nurdin mempersilahkanku untuk naik becak

Dengan genjotan-genjotan Mang Nurdin, becak yang kutumpangi melaju dengan cepat. Aku melamun jorok sambil mengintip ke belakang melalui sebuah cermin kecil yang kupakai untuk bercermin sambil berpura-pura merapikan rambutku. Becak yang kutumpangi berhenti sebentar saat akan menyebrang jalan dan akhirnya berhenti tepat di depan rumahku, saat akan membayarnya tiba-tiba saja rintik-rintik hujan tercurah dari langit yang kelabu dan semakin deras, dengan spontan aku berteriak keras….

“Masuk dulu manggg, Hujannn….!!”

“Nggak usah Nonn..”

“Nggak apa Manng, ayo masukk!” aku mengundangnya masuk untuk menunggu hujan deras itu reda.

Setelah memarkir becaknya di depan rumah, ia menyusul dan duduk di lantai teras rumahku sambil mengipas-ngipaskan topinya untuk mengusir rasa gerah. Aku memperhatikan setiap lelehan keringat Mang Nurdin, tanganku melayang semakin tinggi, aku duduk di kursi tepat dihadapannya. Entah setan apa yang menggodaku saat perlahan-lahan kurenggangkang pahaku melebar, kuperhatikan Mang Nurdin yang tertunduk mengantuk, matanya terpejam rapat dan akhirnya tertidur sambil bersandar, pada tembok pendek setinggi 75 cm yang membatasi teras rumah dan rumput hijau di halaman depan.
Mang Nurdin

Mang Nurdin

Aku memincingkan kedua mataku, perhatianku terfokus pada tonjolan dicelana boxer belel berwarna hitam itu, hatiku bertanya-tanya apakah benda itu juga hitam seperti kulit tubuh Mang Nurdin, lalu berapa kira-kira panjangnya batangnya. Dengan perlahan aku memajukan wajahku, posisi kedua kaki mang Nurdin sedikit tertekuk mengangkang, posisinya membuatku semakin terangsang, ceglukkk…ceglukk, berkali-kali aku menelan ludah untuk membasahi tenggorokanku yang terasa kering.

“ahhh…..!! gilaaa…“

Aku berseru kaget sambil menarik dan melengoskan wajahku ke arah lain saat kedua kaki Mang Nurdin terjatuh ke samping dari sela-sela bawah celana boxer yang kedodoran aku dapat melihat sebuah benda yang terkulai ke samping. Dengan memberanikan diri aku kembali mengarahkan mataku pada “benda” yang seharusnya tidak terlihat itu, tanganku gemetaran saat berusaha mengarahkan Hp Sony Ericson C905 milikku , c-klek, c-klek, c-klek…, beberapa kali kufoto benda yang terkulai itu dan terus kufoto, ku zoom dan kufoto lagi. Entah berapa puluh kali aku mengabadikan sebuah benda hitam fotogenik diselangkangan Mang Nurdin.

“Dhuarrrr….!! “

“Uhhhh…., beuhhhh… Hoaaaaammmm…”

“Deggg. Degg DEGGGG….!!” jantungku berdetak dengan cepat, suara sambaran petir yang menyalak keras membangunkan mang Nurdin

Ia menggeliat sambil menguap lebar, aku pura-pura mengotak-atik Hpku. Kutundukkan wajahku sedalam mungkin tanpa berani melihat kearah Mang Nurdin yang kembali menggeliat kemudian bangkit berdiri. Aku membuka folder di hpku dan tersenyum nakal melihat hasil jepretanku.

“Hujannya besar ya Non… “ Mang Nurdin mencoba untuk membuka pembicaraan dengan ku.

“i-iya mang , eumm , kelihatannya besar dan panjang banget.., eh, apanya mang ??”

“hujannya , emm, maksud non Feby apanya yang Panjang ya ??

“oooo, enggak koq, maksudku hujannya gede dan panjang , gitu loh mang, ehem..”

Aku berdehem untuk mengusir rasa jengah saat Mang Nurdin menatapku, kusandarkan punggungku ke belakang dan kutumpangkan kaki kananku di atas kaki kiri, secara otomatis rok seragamku naik hingga memperlihatkan pangkal pahaku bagian bawah.

“HAH ?? !! “

Seiring dengan suara seruan kerasnya, kedua mata Mang Nurdin melotot merayapi kemulusan pahaku, sesekali ia menatap wajahku dan menikmati kecantikanku kemudian kembali menatap ke bawah memelototi pangkal pahaku. Setelah menengok ke kiri dan ke kanan Mang Nurdin mendekatiku, ia duduk bersimpuh di hadapanku. Aku hanya tersenyum saat ia berkali-kali menelan ludah sambil menengadah kan wajahnya menatapku. Mang Nurdin semakin horny dan mupeng saat aku mengerlingkan ekor mataku dengan nakal berusaha memberikan lampu hijau untuknya, dan Mang Nurdin menangkap isyaratku dengan sangat baik sekali, bibirnya tersenyum lebar, sinar matanya bertambah mesum saat beradu pandang dengan mataku yang sipit. Aku diam saat ia mendekatkan matanya untuk menikmati kemulusan pahaku dari jarak yang lebih dekat hingga dapat kurasakan hembusan-hembusan nafasnya menerpa kulit pahaku, rupanya ia merasa tidaklah cukup kalau hanya dengan melihat kemulusan pahaku. Kurasakan permukaan telapak tangan kirinya yang terasa kasar mengusap-ngusap betisku kemudian semakin berani perlahan merayap naik ke atas mengusap-ngusap lututku dan menyusup ke dalam rok seragamku dan kemudian jatuh untuk mengusap-ngusap pangkal paha kananku. Dengan sengaja aku menurunkan paha kananku agar telapak tangan kirinya tergencet di bawah pangkal pahaku, tangan mang Nurdin bergerak menekankan kedua pahaku kearah yang berlainan kemudian mengusapi permukaan pahaku bagian dalam.

“Wahhh Nonnn, mulus banget….“ ia memuji kehalusan dan kelembutan permukaan pahaku, suara rintihan lirihku tertelan oleh suara hujan deras dihari itu, sekujur tubuhku merinding panas dingin saat telapak tangan Mang Nurdin semakin aktif merayapi pahaku.

Baru pertama kali ini ada seorang lelaki yang merayapi pahaku, ternyata seperti ini rasanya sentuhan tangan mang Nurdin, jauh lebih nikmat daripada khayalanku selama ini, telapak tangan mang Nurdin terasa kasar namun ada rasa nikmat saat kekasaran itu menyentuh permukaan pahaku yang halus lembut, kedua mataku yang sipit terpejam-pejam menikmati elusan tangan mang nurdin didalam rok seragamku.

“Non, Non Feby…psssssttt..”

“emm ?? eh i-iya mang…kenapa mang ??”

“Kalau ada orang bilang-bilang ya…hupp nge he he”

“Haaaaaa-uh…..!!”

Nafasku tertahan , tanpa meminta persetujuanku mang Nurdin menaikkan kakiku mengangkang ke atas pungungnya. Bagaikan anjing yang rakus ia menjilati dan mencumbui pahaku sebelah dalam, memangut, mencium dan menjilat. Aku berpegangan kuat-kuat pada lengan kursi yang terbuat dari kayu jati, tubuhku gemetar hebat saat cumbuannya hinggap di permukaan celana dalamku, hembusan-hembusan nafas mang Nurdin yang hangat merembas melalui pori-pori kain celana dalam yang kukenakan. Aku merasa nyaman, risih dan malu sekaligus saat ia mengendus-ngendus aroma celana dalamku.

“Wangi bangett, Wuihhh.. Snifffhh.. Snifffhhhh, Lecc-ccckkkkk..”

“Ahhhh…!! MAMPUS Akhuu….!!.maaanggggh…ahhhhhh”

Aku terperanjat, nafasku memburu berdengusan saat batang lidah mang Nurdin menyelinap melalui pinggiran celana dalamku, rasa nikmat itu begitu menggelitik, mengupas rasa ingin tahuku selama ini tentang rasa nikmat. Aku meringis saat batang lidah mang Nurdin berusaha menggapai-gapai bibir vaginaku, tubuhku berkelojotan kesana kemari menghindari rasa geli itu.

“Ahhh..!!”

Aku menepiskan tangannya yang berusaha menarik celana dalamku

“Liat Nonnnnn….”

“Enggak ah.., nggak boleh…!!ee-eh MANG…!!”

Aku terkejut saat mang Nurdin menekankan bahuku agar bersandar ke belakang, wajahnya mendekati wajahku, dengus nafasnya terasa hangat menerpa pipiku, dengan mesra bibir mang Nurdin menempel dibibirku, bibirnya terasa lengket melekat dibibirku, ini benar-benar gila..!! Kuberikan ciuman pertamaku pada seorang tukang becak…?? Sadar Febyyyy…, SADARRRR…!! Aku berusaha menyadarkan diriku, bibir Mang Nurdin yang lengket mulai mengulum-ngulum bibirku, aku menarik bibirku agar terlepas dari kulumannya

“Nggak mau mang, nggak mau, mmmfffhhh.. Mmmmmmm”

Aku merasa jijik sekaligus terangsang saat bibirnya membekap bibirku dan melumat-lumat bibirku, aku bertambah jijik saat merasakan bibirku basah oleh air liur mang Nurdin yang sudah bercampur dengan air liurku, rasa jijik berteriak agar aku menghentikan ciuman pertamaku sedangkan rasa terangsang menyemangati agar aku membalas kuluman mang Nurdin.

“Emmhhh.. mmmhhhh… ummmmhhhh…ckk.. ckk emum-mmhhhh”

Dengan canggung aku mulai memberanikan diri untuk membalas kuluman bibir mang Nurdin, oh, apa ini ?? ada sebuah rasa nyaman dan nikmat sekaligus yang kurasakan saat bibirku dan bibirnya saling mendesak dan saling balas berpangutan sementara tangan mang Nurdin berkeliaran dengan sebebas-bebasnya menggerayangi tubuhku dan mengusapi pahaku yang terkait dalam posisi mengangkang di kedua bahunya.

“M-manggghhhhh…”

Tubuhku seperti menggigil saat ciuman-ciumannya merambat turun keleherku, dengan kasar bibir mang Nurdin memanguti batang leherku dan menghisap leher kananku dengan kuat. Entah kenapa aku tiba-tiba mengingat film drakula apakah seperti ini dihisap oleh Count Nurdin ^_^ , kedua tanganku melingkar memeluk batang leher mang Nurdin, tanpa dapat ditahan lagi, aku merintih lirih dan tampaknya mang Nurdin menyukai suara rintihanku, ia semakin ganas menggeluti dan menghisapi batang leherku hingga meninggalkan bekas-bekas cupang kemerahan.

“Uhhhhh.!!” tubuhku melonjak seperti tersengat listrik saat tangannya meremas celana dalamku di bagian selangkangan dan kemudian mengusapi permukaan celana dalamku.

Mataku bertatapan dengan mata mang Nurdin yang berbinar –binar liar, aku terlena dalam nyamannya rasa nikmat hingga tidak menyadari saat tangannya yang satu lagi mempreteli dua buah kancing baju seragamku sebelah atas dan merayap masuk ke dalam baju seragamku.

“Ohhhhhhhhhhhh…..” aku tersadar kontan saja aku meronta sambil memegangi tangan mang Nurdin yang menyelinap kedalam bra dan merogoh payudaraku

Aku semakin resah saat ia meremas-remas buntalan payudaraku, ahh, luar biasa nikmatnya, ternyata seperti ini rasanya jika payudaraku diremas-remas oleh tangan seorang laki-laki, telapak tangan Mang Nurdin yang kasar bergesekan dengan kulit payudaraku yang halus dan membuahkan rasa nikmat yang sulit sekali untuk diungkapkan dengan kata-kata.

“rileks Nonnn, rileksss….” Mang Nurdin berusaha menenangkanku, aku mencoba untuk menikmati remasan-remasan tangannya, aku memperbaiki posisi bersandarku agar lebih nyaman dengan posisi kedua kakiku mengangkang pasrah, kubiarkan tangan kiri Mang Nurdin meremas dan mengelusi selangkanganku dan tangan kanannya meremas-remas payudaraku. Aku memalingkan wajahku ke arah lain, kugigit bibir bawahku untuk menahan suara desahan dan rintihan yang hampir melompat keluar dari bibirku.

“jangan mang…ee-ehh…, aaa..!!” aku mencekal tangan kirinya yang bergerak cepat menyelinap masuk melalui atas celana dalamku, keempat jarinya yang sudah terlanjur masuk menggaruki dan memijat-mijat permukaan vaginaku. Nafasku terasa semakin berat dan sesak saat rasa nikmat itu semakin menjadi-jadi, gairahku semakin sulit untuk kukendalikan. Untuk beberapa saat lamanya aku terdiam pasrah, seringai mesum mang Nurdin membuatku ketakutan, dalam ketidak berdayaanku aku berusaha untuk menolak dan menghentikan semua kegilaan ini.

“ufffhhh.., M-mang Nurdinn…, enggak ahh, nggakkk mau.. aaa..!!”

kutarik pinggulku ke belakang sambil berusaha mengeluarkan tangan kirinya dari celana dalamku, aku berusaha dan terus berusaha namun tangan mang Nurdin semakin dalam merayap masuk ke dalam celana dalamku dan akhirnya berhasil menangkup selangkanganku. Entah kenapa tubuhku terasa menghangat lemas saat belahan bibir vaginaku mengalami kontak langsung dengan tangannya yang mulai meremas-remas wilayah intimku. Aku mendesah nikmat saat tangan mang Nurdin merayapi bibir vaginaku dan mulai menguruti bibir vaginaku. Aku benar-benar keenakan menikmati urutan-urutan mang Nurdin bibir vaginaku.

“emmmhhh.., hsssshh.. sssshhhhh.. ahhhh” aku tidak menyadari sejak kapan aku mulai mendesis dan mendesah, semuanya terjadi begitu saja, berjalan alami, sealami cairan vaginaku yang meleleh melalui rekahan vaginaku yang masih suci

Aku semakin sering menggelinjang dan menggelepar keenakan saat jari kanan Mang Nurdin menjepit dan memilin-milin putting susuku. Sementara jemari kirinya terus menerus mengelus dan menggesek-gesek belahan bibir vaginaku.

“Manggggg, emmmh-mang Nurdinn aakhhhh cretttt… cretttttttt.. cretttttttt…”

aku mengejang dengan nafas tertahan saat merasakan vaginaku berdenyut-denyut dengan kuat

Semburan-semburan cairan hangat yang nikmat itu membuat tubuhku menggigil dengan hebat. Remasan-remas tangan mang Nurdin membuatku semakin terhanyut menikmati puncak klimas pertamaku bersama seorang laki-laki. Kedua mataku merem melek menikmati sisa-sisa puncak klimaks yang baru saja kualami.

“AWWWWW…..!!” aku menjerit keras saat ia membetot celana dalam yang kukenakan hingga terlolos melewati pergelangan kakiku, dengan reflek aku menarik turun rok seragamku yang tersibak, tanganku melayang di udara….

“Plakkkk……!!” aku menampar wajah Mang Nurdin hingga ia terjengkang.

“ee-ehh, Maaf Non, Maaf….” Mang Nurdin tersentak kaget saat aku bangkit dan meninggalkannya begitu saja diteras rumahku

Aku tidak menggubris permintaan maaf Mang Nurdin, dengan terburu-buru aku mengunci pintu rumahku, dengan dibatasi oleh kaca jendela aku dan Mang Nurdin saling memandang, ia berdiri sambil memegangi celana dalam berwarna putih milikku. Pahaku bagian dalam terasa lengket oleh cairan vaginaku yang meleleh, perlahan-lahan aku melangkah mundur kemudian membalikkan tubuh dan berlari menaiki anak tangga menuju kamarku, wajahku terasa panas karena jengah, masih terasa usapan-usapan telapak tangan mang Nurdin yang merayapi pahaku, masih terasa denyutan-denyutan kenikmatan puncak klimaks itu. Setelah menutup pintu kamar, aku merayap naik keatas ranjang dan bersembunyi di balik bedcover, kupejamkan mataku, aku berusaha menenangkan diri sambil berusaha mengusir sisa-sisa kenikmatan yang masih dapat kurasakan. Semenjak kejadian itu aku berusaha menghindari Mang Nurdin, aku memilih tukang becak yang lain, terkadang aku merasa kasihan saat Mang Nurdin menatapku dari kejauhan. Aku takut dan malu, semuanya berjalan lancar hingga pada suatu siang sepulang sekolah. Aku mendengar seseorang menekan bel rumahku, dengan malas aku melangkah untuk melihat siapa orang yang datang bertamu ke rumahku, deggg…!

“Ada apa ya Mang ??”

“Permisi Non, Mang Nurdin mau numpang ke wc, tolong Nonnn, Toloonggg..”

“Deggg.. deggg..degggg” jantungku berdetakan dengan kencang, aku menyangsikan jawaban Mang Nurdin saat mataku bertatapan dengan tatapan matanya, tatapan matanya begitu liar sementara bibirnya terus menerus memohon agar aku mengizinkan dirinya untuk masuk. Dengan ragu-ragu aku membuka slot berantai yang menahan pintu rumahku, aku mundur kebelakang saat sesosok tubuh hitam besar Mang Nurdin langsung menyelinap masuk kedalam, aku tersentak mendengar suara pintu rumahku yang ditutup dengan kasar.

Aku memejamkan mataku saat ia merengkuh tubuh mungilku ke dalam pelukannya, ah…rasa hangat ini, rasa hangat dan nyaman inilah yang begitu sulit untuk kuusir, Ohh begitu nyaman dan nikmat rasanya pelukan Mang Nurdin.

“Nonn, Mang Nurdin rindu banget sama Non Feby…”

Aku membiarkan tangannya yang menggerayangi tubuhku.

“mang Nurdin ?? mang ingin ke wc kan ??”

Ia tidak menjawab, aku membiarkan Mang Nurdin memelukku.

“ehh, jangan mang , ja-jangann emmmhh emmmhhhh…!! Hmmphh..” aku menarik wajahku kebelakang saat bibir mang Nurdin mengejar bibirku.

Hap…bibir Mang Nurdin mencaplok bibirku, tangan kirinya merengkuh pinggangku yang ramping, sementara tangan kanannya menggerayangi pinggul dan bokongku, pinggangku terjengking ke belakang saat bibirnya mencumbui dan mendesak bibirku. Ia melumat-lumat bibirku hingga aku sesak kehabisan nafas. Gairahku yang kupendam selama berhari-hari langsung meledak hebat menjebol dinding kokoh yang menghalangiku dengannya. Aku membalas memanguti bibir Mang Nurdin, kami berciuman dengan liar untuk melampiaskan rasa sesak di dada.

“Jangan disitu mang..” aku menahan langkahku, saat mang Nurdin menarikku ke dalam sebuah kamar.

“kamarnya Non Feby disebelah mana ??”

“di atas mangg…” jari telunjukku menunjuk ke atas tangga,

Mang Nurdin membopong tubuhku yang mungil menaiki anak tangga menuju kamarku, ditendangnya pintu kamarku yang sedikit terbuka dan dilemparkannya tubuhku keatas ranjang kemudian ia merangkak menaiki tubuhku. Aku terdiam saat Mang Nurdin merebahkan tubuhnya yang kekar menindih tubuhku yang mungil.

“aahhhhhhh, Manggggg!!” aku mendesah menahan beban tubuh Mang Nurdin yang menggeliut liar, aku mengangkat wajahku keatas memberi ruang agar mang Nurdin lebih leluasa menggeluti leherku, nafasnya memburu hangat di sela-sela leherku, tubuhnya yang besar mendesaki tubuhku yang mungil.

“Ufffhhh… “ aku mengeluh saat tangan mang Nurdin menjamah payudaraku yang masih rapih terbungkus dibalik pakaian seragam yang kukenakan

Aku menahan tangan kekar mang Nurdin yang hendak mempreteli kancing baju seragamku, kedua tangan mang Nurdin menekankan kedua tanganku ke atas kepala agar tidak banyak bertingkah, wajahnya mendekati wajahku. Untuk beberapa saat lamanya Mang Nurdin menatapku, aku memejamkan kedua mataku saat bibirnya membekap bibirku.

“emmm,,, mmmmmhh ckk emmmhhhhh” Mang Nurdin begitu rakus melumat-lumat bibirku, ia menyedot air liurku hingga kering, kemudian kurasakan batang lidahnya menekan masuk ke dalam mulutku dan menggelitiki langit-langit mulutku

Aku mencoba untuk membalas cumbuan Mang Nurdin, suara desah dan rintihanku ditimpa oleh suara gemuruh nafas seorang tukang becak bertubuh tinggi kekar yang tengah menindih tubuhku.

“Non Feby cantik banget sih, cicinya Non Feby juga cantik, bilang sama Non Debbie Mang Nurdin pengen nyomot susunya he he he he”

“jangan kurang ajar mang..!!”

Aku membentak mang Nurdin untuk membela ciciku Debbie. Mang Nurdin membelai wajahku kemudian bibirnya kembali memangut-mangut bibirku, dengan malu-malu mau aku membalas pangutan – pangutannya. Kujulurkan batang lidahku keluar, ada sengatan nafsu saat lidahku dan lidah Mang Nurdin saling membelai, bergelut bergelung, membelit-belit dan saling memutari dengan mesra.

“Huuhhh , mmmhhh.. Hssshh Sssshhhh” aku mendesis saat merasakan hisapan-hisapan mulutnya merambat mencupangi batang leherku

Aku pasrah saat tangan Mang Nurdin kembali menjamahi dadaku, wajahnya merosot turun, kemudian bersembunyi ke dalam rok seragamku, batang lidahnya menyelinap melalui pinggiran celana dalamku, terpaan hawa hangat menyelinap menghembus permukaan, jilatan – jilatan batang lidah mang Nurdin pada permukaan celana dalamku membuat diriku menggigil nikmat, tubuhku memanas terbakar oleh nafsu liarku.

“ee, ennnhhhhh crr crrrrr crrttttt…..”

Vaginaku berdenyutan dengan nikmat, nikmat sekali hingga aku menggelepar dengan nafas tertahan-tahan, cairan vaginaku yang merembes membasahi celana dalamku dihisap habis oleh Mang Nurdin kudorong kepala mang Nurdin keluar dari dalam rok seragamku, dengan mesra mang Nurdin memeluk tubuhku yang berpeluh, ia berbisik mesum di telinggaku.

“Cairan memek Non gurih sekali, boleh mamang lihat memeknya ??”

Mang Nurdin mendesah kecewa saat aku menggelengkan kepalaku, untuk melampiaskan kekecewaannya Mang Nurdin menggerayangi tubuhku. Seorang tukang becak berwajah buruk kini begitu leluasa dan bebas merayapkan tangannya pada tubuhku. Berkali-kali bibir Mang Nurdin mengecupi bibirku, tangannya merayap masuk ke dalam rok seragamku kemudian mengelus dan meremas-remas permukaan celana dalam di bagian selangkanganku. Berkali-kali mang Nurdin membimbingku menuju puncak klimaks, tubuhku terasa lelah, aku menolak keinginan Mang Nurdin saat ia hendak menggeluti tubuhku kembali untuk yang kesekian kali.

“Sudah mang, Feby nggak mau…, capek”

“Ya sudahh kalau Non nggak mau sih, nggak apa-apa, Mang Nurdin mau narik becak dulu yak Non…makasih ya”

Telapak tangan mang Nurdin mengusap peluh wajahku dan mengecup keningku. Aku hanya terdiam, entah harus berkata apa, setelah merapikan pakaian seragamku. Aku mengantar mang Nurdin, sebelum aku menutupkan pintu rumahku, mang Nurdin membalikkan tubuh dan menatapku, wajahku memanas saat ia berbisik pelan.

“Non,besok Mamang antar kesekolah ya…, terus kita main-main lagi, jangan terlalu pelit nonnn, supaya lebih nikmattt.. he he he he he”

Sebuah senyuman melebar diwajah Mang Nurdin saat aku mengangguk, kututupkan dan kukunci pintu rumahku. Dengan langkah gontai aku menuju kulkas yang terletak di dapur, kuteguk habis segelas air dingin untuk meredakan gejolak di hatiku. Aku menghempaskan pinggulku di atas sofa empuk di ruang keluarga, dengan sebuah remote kunyalakan TV LCD berukuran 42 inch, oh betapa nikmat kurasakan saat tubuhku digerayangi oleh seorang tukang becak langgananku, bisikan hawa nafsu menggelitiki akal sehatku. Aku mulai bertanya-tanya penasaran dalam hati, bagaimana rasanya jika batang penis Mang Nurdin menusuki belahan vaginaku??

“aaahhhh, kau gila Feby, kau gila….!!”

Aku menjauhkan rasa ingin tahu yang rasanya terlalu kotor untukku. Aku mengutuki diriku sendiri, walaupun pakaianku masih melekat ditubuhku namun seorang tukang beca sudah menggerayangi hampir seluruh lekuk liku tubuhku yang menggairahkan, menggeluti tubuhku sepuas yang ia mau, dan aku tidak kuasa untuk menolak keinginannya atau lebih tepatnya aku tidak kuasa untuk menahan keinginanku yang begitu liar.

******************************

Siang di sekolah

Entah kenapa hari itu terasa begitu lama, berkali-kali aku menatap kesal pada jam dinding kelasku yang berjalan lambat tertatih-tatih, saat aku sedang asik melamun, Airin menyenggol lenganku.

“Psssttt.., Feby…, halaman 105 paragraf 4” aku menoleh ke arah Airin yang berbisik.

“Hahh, ?? ngapain ??” aku gelagapan tersadar dari lamunanku

“dibacaaa, duhh, giliran kamu yang ngelanjutin tau” Airin kembali berbisik pelan

“ehem.., ehemmm”

Setelah pura-pura berdehem beberapakali aku mulai membaca. Entah kenapa aku merasa geli saat mengucapkan kata control, he he he, untung saja lidahku tidak sampat terpeleset, kalau saja lidahku sampai terpeleset mengucapkan sebuah benda di selangkangan mang Nurdin kan bisa gempar nich ^_^, Aku membaca sambil menahan tawa, akhirnya setelah berjuang mati-matian giliranku pun usai.

“hssshhh…” aku mendesis saat sebuah cubitan pedas mampir di pinggangku.

“kalau lagi belajar yang serius,…”

“Hssshhh…” Airin mendesis sambil menarik lengannya yang balas kucubit

“C-takk…”

“uffhh..”

Aku menarik dadaku saat sebuah karet menembak dibagian yang kubanggakan, aku mendelik ke arah si penembak yang cengengesan, ia duduk sejajar di depan Airin..

“he he he…” Shanti terkekeh,

“Krettt… Krrittttt….!!Kriitttt…” terdengar suara berderitan saat ia menggeserkan kursi maju ke depan hingga payudaranya menempel pada meja untuk menghindari tendanganku yang mencoba menendang pinggulnya dari belakang.

“COBA YANG TIDAK MAU BELAJAR!!, SILAHKAN KELUAR..YA!!” Ibu Grace membentak keras, pertarungan sengit antara aku, Airin dan Shantipun segera terhenti, kami bertiga tertunduk tanpa berani membalas tatapan mata Bu Grace yang dingin, bunyi lonceng sekolah menyelamatkan kami bertiga dari hukuman Bu Grace.

“dasar perawan tua , meow meow…” Shanti mengeong meledek Bu Grace.

“Belum merasakan sentuhan laki-laki sihh, jadi galaknya nggak ketulungan, belum tahu arti kenikmatan” tanpa sadar aku keceplosan mengucapkan hal yang seharusnya tidak pantas aku ucapkan..

“Iya betul tuhh..!! Eittt….tar dulu.., emangnya kamu pernah ya??”

Airin mengintrogasiku, ia menatapku dengan tatapan mata menyelidik.

“HAhh ?? apaan…?? Enak aja..!! ” aku memalingkan wajahku kearah lain.

“Sama siapa ?? gimana rasanya?? enak nggak?? “ Shanti ikut bertanya, ia semakin antusias ikut menyelidikiku

“Feby cerita dongg, sama siapa ?? ayooo dooonggg” Airin merengek agar aku membagikan pengalamanku.

Akhirnya dengan terpaksa aku bercerita dengan suara berbisik-bisik, Airin dan Shanti mendengarkan ceritaku. Wajah mereka merona merah karena merasa jengah dan risih mendengar apa yang terjadi antara aku dan Mang Nurdin, untuk beberapa saat lamanya aku, Airin dan Shanti hanya terdiam. Ceritaku memang sudah usai namun efeknya menjalar hebat menghangati tubuh kami bertiga, tanpa banyak ber ba – bi – bu, kami bertiga meninggalkan ruangan kelas yang sepi, Airin dan Shanti pulang saling menyusul dengan dijemput oleh sopir mereka, kuperhatikan dari kejauhan mang Nurdin mengayuh becaknya, dia sopirku T_T.

“ayo nonn, kita… he he he” Mang Nurdin tidak melanjutkan kata-katanya,

Aku menekuk wajahku dalam-dalam, tanpa bicara aku naik dan duduk di bangku becaknya. Setelah sampai, mang Nurdin mengikat becaknya pada teralis besi yang memagari rumahku, ia pura-pura mengaso di dalam becak. Setelah keadaan aman ia menyelinap masuk ke dalam. Detak jantungku berdebar dengan kencang saat mendengar suara langkah-langkah kaki menghampiri kamarku, pintu kamarku terbuka lebar dan tertutup dengan suara keras, “Brakkk…”

Tubuhku terasa mencair saat Mang nurdin menyergapku, tangannya mencapit pinggangku yang ramping dengan mudahnya ia mengangkat dan mendesakkan tubuhku menggantung pada dinding kamar. Wajahku sejajar dengan wajahnya, bibirnya langsung memangut dan melumati bibirku, gejolak birahi begitu hebat merayapi tubuhku hingga sepasang kakiku melejang-lejang di udara.

“aa-aduhh oummm…, emufffhhh. Emuffff, eummmmhhhhh…” suara keluhanku ditelan oleh mulut Mang Nurdin, ia begitu rakus menghisap-hisap bibirku

Nikmat sekali rasanya saat bibir mang Nurdin mengulumi bibirku, tanpa melepaskan kulumannya batang lidah Mang Nurdin memaksa menyeruak kedalam mulutku dan mencoba untuk membelit-melit lidahku. Aku semakin tersiksa oleh rasa sesak dan juga terhanyut oleh rasa nikmat, aku menggigit lidahnya untuk membebaskan sekapannya pada bibirku.

“Ataaatahhh…??!!, Hepphhhh…” Mang Nurdin menarik mulutnya, bibirnya agak manyun, aku buru-buru menarik nafas untuk mengisi rongga dadaku yang kekurangan udara,tanpa mempedulikanku yang termegap-megap kehabisan nafas. Batang lidah mang Nurdin menari-nari di rahang dan telingaku, sesekali ia melumat bibirku yang berdesahan, sekeliling mulutku terasa basah oleh air liur mang Nurdin, saat aku sedang asik menikmati cumbuannya pada daun telinggaku tiba-tiba.

“akhhsss, manggg, “ aku menarik kepalaku kesamping menghindari gigitan mang Nurdin pada daun telingaku.

“Mang ..! jangan main gigit begitu dongg…!!” aku cemberut.

“Lho ?? koq marah, Febykan tadi ngigit lidah Mang Nurdin masa mang Nurdin nggak boleh bales….hemm ?? cuphhh,, cupphh cuppphhh” Mang Nurdin mengecupi bibirku yang meruncing.

“Salah sendiri lidah mang Nurdin nyelenong seenaknya, nggak minta izin dulu..” aku menjawab ketus, mau memang sendiri, kumenarik kepalaku kesamping untuk menghindari mulut mang Nurdin yang mengejar daun telinggaku

Tubuhku menggeliat kuat , meronta untuk melepaskan diri namun tampaknya cekalan kedua tanganku pada pinggulku terlampau kuat, percuma saja aku mencoba untuk meronta melepaskan diri darinya.

“aaaaaaa-ahh-ahhhhhhh Mangggggg…” aku mendesah-desah saat ia kembali menggeluti daun telinggaku

Aku mencoba menggeleng-gelengkan kepalaku saat rasa geli itu menggelitikidaun telinggaku, tubuhku terasa menghangat saat bibir mang nurdin mencumbui daun telinga, rahang dan sisi leherku sebelah kiri. Aku menolehkan wajahku ke arahnya, kupangut bibirnya agar mulutnya dan lidahnya berhenti menggelitiki daun telingaku, lidahku terjulur melawan desakan batang lidah Mang Nurdin. Lidahku dan lidah Mang Nurdin saling menjilat, mendesak dan bergelut.

“Happp., nyemmmm, emmmhhhhh.. “

Saat mang Nurdin mencapluk batang lidahku aku mendesakkan wajahku hingga bibirku mendesak bibir mang Nurdin, suara decak-decak keras terdengar menggairahkan menaikkan birahiku bersamanya,suara rintihan tertahanku membuat mang Nurdin bertambah bernafsu mengulum bibirku.

“Manggg Nurdinnnnnn, Mannngggg….,ohhhh” suaraku gemetar seperti orang yang sedang kedinginan, wajahku terangkat-angkat keatas menikmati cumbuan dan hisapan-hisapan mulut Mang Nurdin, terkadang aku merasa mulutnya seperti sedang mengunyahi batang leherku yang putih jenjang, wajahku terkulai ke kiri dan ke kanan saat tukang becak itu menyantap batang leherku, menjilat, menghisap-hisap, mengecupi hingga aku merintih menahan rasa geli yang membuatku semakin gelisah., sesekali aku meringis saat merasakan gigitan-gigitan lembut Mang Nurdin.

Aku tertunduk malu saat mang Nurdin menurunkan tubuhku, jari telunjuknya mengangkat daguku, ia mengecup keningku dan menarikku ke arah ranjang.

“duduk disini Non…” Mang Nurdin duduk di pinggiran ranjang, ia memintaku untuk duduk di pangkuannya dalam posisi melintang agar lebih nyaman aku mengaitkan lenganku pada lehernya

Tangan kiri mang Nurdin menopang punggungku sementara tangan kanannya menyelinap masuk ke dalam rok dan menggerayangi pahaku.

“manggg..!!” aku mencegah tangannya yang hendak mempreteli kancing baju seragamku.

“Feby, Mang Nurdin pengen lihat susu, boleh ya?” mang Nurdin terus membujukku agar mau menuruti keinginannya.

“buka ya, liat dikitt.. ajaaaaa…”

Akhirnya aku mengangguk.

“Tapi Cuma sedikit kan mang..??janji ?”

“Iya mamang janji, cuma liat…dikit”

Mang Nurdin menyibakkan rok seragamku ke atas kemudian telapak tangannya mengelus-ngelus pahaku yang halus mulus, aku membuka sebuah kancing baju seragamku bagian atas.

“Ah, belum kelihatan, satu lagi…”

“satu ya mang…”

“Iya satuu, ayoo dibuka…”

Aku melepaskan kancing baju seragamku yang kedua.

“belumm, masih belum kelihatan…satu lagi”

Aku menekuk wajahku berusaha melihat kearah payudaraku.

“Sudah mang, kelihatan koq..”

“belumm satuuu aja, cuma satu lagi koq…”

“satu ya mang…., terakhir…”

“iyaaa.., satu aja , nahhh begituuu.., aduh masih belumm…”

Akhirnya satu per satu kancing baju seragamku terlepas dari lubangnya, entah aku yang bodoh atau Mang Nurdin yang cerdik hingga aku tidak menyadari seluruh kancing baju seragamku kini terlepas, dengan gerakan kilat mang Nurdin menyibakkan baju seragamku, kedua matanya melotot kearah dadaku sambil berseru keras.

“ANJINGGG…!! WAHHHH !!!”

Mata mang Nurdin menatapku kemudian menatap bongkahan payudaraku yang mengintip dari pinggiran cup bra putih yang kukenakan, sepertinya ia hampir tidak percaya menyaksikan keindahan gundukan payudaraku yang padat dan putih.

“Ahh Mangggg…” aku terperanjat saat tangan mang Nurdin menarik cup Bra kiri yang kukenakan kebawah, payudaraku melompat keluar dan tersangga oleh cup braku. Tanganku melintang berusaha menyembunyikan payudaraku dari tatapan matanya yang liar.

“Uhhh ?? jangan mangg..!!ahhh, aduhhh..!! ee-ehhh…!!aww..!!“

Tangan kiriku mencekal pergelangan tangan Mang Nurdin yang hendak menarik celana dalamku, sementara tangan kananku menahan turunnya celana dalam berwarna krem yang kukenakan. Tangan mang Nurdin yang tadinya hendak menarik turun celana dalamku kini bergerak cepat keatas menangkap buntalan payudaraku. Aku terdiam sambil memegangi celana dalamku kuat-kuat saat merasakan mang Nurdin meremas-remas payudaraku, keringatku mengucur, entah kenapa hari ini terasa begitu panas….

“Manggg, Mang Nurdhinnnn ii-ihhh…,adu-duh aaaa..”

“Gimana non, enakk ?? nge he he he”

Jari tengah mang Nurdin memutari putting susuku yang mengeras, aku merintih lirih akibat gerakan nakal yang dilakukan mang Nurdin, ia meremas dan menggelitiki putting susuku. Dadaku terangkat saat tangan Mang Nurdin mendorong punggungku, wajahnya menunduk menghampiri payudaraku yang membusung ke atas.

Sekujur tubuhku serasa membeku sulit untuk kugerakkan saat mulutnya memayungi puncak payudaraku. Ada rasa hangat bercampur rasa takut saat mulut Mang Nurdin mendekati puncak payudaraku.

“aaaa, AHHHHHHHHH….!!ennh ennmmMANGG, Ahhhh hsssh ahssshho-uhh” aku mendesis keras saat mulutnya yang terbuka lebar mencucup puncak payudaraku.

“Aduhhh….!!” aku mendorong kepalanya saat merasakan hisapan kuatnya pada puncak payudaraku.

“he he he, kenapa Non ?? “

“geli, mang, sudah ah, sudah, ahhh-emmmhh mmmhhhh….“

Mulut Mang Nurdin membekap bibirku yang protes ingin menyudahi permainan yang tidak sepantasnya kumainkan, suaraku menghilang terbekap oleh mulutnya, kurasakan tangannya mengelusi pinggang dan meremas pinggulku kemudian turun menggerayangi kemulusan pahaku. Aku menggelepar saat mang Nurdin meremasi permukaan celana dalam di bagian selangkanganku.

“aaaaww.., crrr crrr crrr…”

Aku memekik kecil, cairan kenikmatanku muncrat berdenyutan, selangkanganku terasa hangat, ada rasa lengket saat mang Nurdin mengurut-ngurut permukaan celana dalamku, dengan menggunakan punggung tangan aku mengusap peluh yang mengucur di dahi dan rahangku.

“ahh…” aku mendesah pendek saat ia membalikkan tubuhku ke arahnya

Tangan mang Nurdin menarik cup braku yang satunya lagi, kini kedua buntalan payudaraku yang padat membusung tertahan oleh cup braku. Kedua tangannya yang kekar merengkuh pinggangku dan membelit bagaikan gelang yang melingkar mengunci tubuhku. Wajahnya mendekati dadaku, aku mendesah saat merasakan nafas mang Nurdin memburu menerpa payudaraku, ada udara hangat yang menghembusi payudaraku dan aku gelisah merasakan hembusan-hebusan nafas hangat mang Nurdin, rasa takut kembali mencekamku saat mulutnya menghampiri payudaraku sebelah kanan.

“Manggg, MAnggg Nurdin, eh-eh, Ow Ow Owwww…!!”

Aku berusaha mendorong, menjauhkan kepala Mang Nurdin dari dadaku, jika ia berusaha menjilat putingku sebelah kiri maka aku menarik payudaraku sebelah kiri hingga terhindar dari jilatan lidahnya demikian juga halnya jika ia berusaha menjilat putting dadaku sebelah kanan. Aku terus mencoba meronta untuk melepaskan diri dari belitan kedua tangannya. Semakin kuat aku meronta semakin kuat pula mang Nurdin membelitkan kedua lengannya pada tubuhku, belitannya semakin kuat seperti akan meremukkan-ku, belitan lengan kekarnya mengendor saat aku kecapaian dan berhenti meronta. Ia medekap tubuhku erat-erat seolah sedang mematenkan kepemilikannya atas diriku yang kini terdiam pasrah saat wajahnya menghampiri payudaraku, mulutnya memanguti puncak payudaraku.

“auhh, enh-nnnhhh ohh mangg Nurdinnnn…, aa-ampun mang Ampun akhh.. gelii”

Aku mencoba menahan rasa geli saat mulut Mang Nurdin mengecupi buntalan payudaraku, kucuran keringat semakin banyak melelehi belahan payudaraku. Mang Nurdin menjilati lelehan keringatku sambil mengecupi belahan payudaraku, habis sudah buntalan payudaraku dihisap dan dicumbui olehnya. Berkali-kali wajahku terangkat keatas dengan kedua mata terpejam menikmati jilatan-jilatan batang lidahnya pada putting susuku yang keras meruncing, semakin sering pula tubuhku terbungkuk-bungkuk menahan rasa nikmat saat mulutnya mengenyot-ngenyot puncak payudaraku bergantian yang kiri dan yang kanan. Kedua telapak tanganku menjepit wajah mang Nurdin kemudian mengangkat wajahnya, kujulurkan batang lidahku mendesak mulut seorang tukang becak yang wajahnya sangat jauh dari kata tampan, kupanguti bibir Mang Nurdin, ia membalas pangutan-pangutanku. Dengan mesra bibirku dan bibirnya saling mengulum, dengan membawa tubuhku mang nurdin menggeser tubuhnya, ia berbaring dibawah tindihan tubuhku yang mungil,perlahan kuturunkan sepasang payudaraku mendesak dada mang Nurdin, tangan kanan mang nurdin menekan punggungku hingga dadaku semakin tergencet menekan dadanya, kugerakkan payudaraku menggeseki dada mang Nurdin yang berbulu lebat.

Aku menurut saat diposisikan menungging bertumpu pada dengkul dan telapak tanganku sementara wajah mang Nurdin bergeser dan berhenti tepat ke bawah payudaraku yang menggantung, kurasakan kedua tangannya mengelusi dan meremas-remas payudaraku, punggungku ditekan hingga payudaraku turun kebawah, putting susuku jatuh kedalam mulut mang nurdin, nyot.., nyotttt…! Ia mengenyot susuku kuat-kuat.

“aduhh mangg, aduhhhh, adu-du-duh!!” aku mengaduh berkali-kali sambil merusaha mengangkat payudaraku dari mulut mang Nurdin,

Gerakan punggungku tertahan oleh tangannya, aku menjerit kecil, sekujur tubuhku mengejang hebat saat mulutnya mengemut-ngemut puncak payudaraku dan lidahnya menggelitiki putik susuku yang runcing karena terangsang. Nafasku terengah-engah menahan rasa nikmat saat ia menyusu dengan rakus pada buah dadaku yang ranum, aku seakan dipaksa untuk merintih dan terus merintih menahan kenyotan-kenyotan mulut mang Nurdin yang terasa geli dan nikmat.

“Ouhhh…, Owwwww…!!!! “

Aku buru-buru menggulingkan tubuhku ke samping, tanganku menahan celana dalamku, dengan kasar ia membetot celana dalamku. Aku menjerit saat celana dalamku terbetot lepas, terlolos melewati pergelangan kakiku, dengan nafas yang memburu Mang Nurdin menindih tubuhku yang sudah setengah telanjang. Aku terus meronta di bawah tindihan tubuh Mang Nurdin yang semakin bernafsu menggerayangi dan menciumiku.

“Enggak , Nggak mauuu…!!” dengan sekuat tenaga aku meronta dan mendorong tubuh mang Nurdin

Aku berguling dan melompat dari atas ranjang, aku berusaha berlari keluar dari dalam kamar saat mang Nurdin mengejarku.

“TIDAKK…!! Aaaahhh Hummphhh, MHEEMMMMPHHH…!!” aku menjerit ketakutan dan tangan kekar itu membekap mulutku dan yang satunya membelit tubuhku dari arah belakang.

“Nonn, tenang Non, tenanggg….” Mang Nurdin berusaha menenangkanku, setelah aku mengangguk, ia melepaskan bekapan tangannya pada mulutku.

“J-jangan mang, sudah…, sudahhh….”

Aku menepiskan tangannya yang menggerayangi tubuhku.

“Non Feby, Mang Nurdin janji nggak akan ngapa-ngapain Non Feby…, tapi tolong biarkan mang Nurdin nyicipin memeknya Non Feby, sebentar aja…, mang nurdin pengen ngisepin memeknya Non Feby, cuma oral koq nggak akan lebih dari itu..”

“T-tapi Mang, Saya takut..hhk hkkkk…”

“Aduhh, jangan nangis Non…., sini Non…, dijamin enak”

“Nggakk Maa…UUU…!!keluar mang..!!, KELUAR atau saya teriak Nihhh..!!“

Aku menepiskan tangannya dengan kasar dan mengusir Mang Nurdin, wajah mesum mang Nurdin berubah panik dan ketakutan, dengan terburu-buru ia keluar dari dalam kamarku.

“Cklekkk…” secepat kilat aku menutupkan dan mengunci pintu kamarku , aku bersandar pada daun pintu kamarku yang terkunci rapat, jantungku berdetak dengan kencang “dig dugg.diggg duggg diggg dugggg…” Perlahan-lahan tubuhku merosot turun, aku meringkuk sambil memeluk kedua lututku. Aku benar-benar ketakutan dengan apa yang baru saja kulakukan bersama seorang tukang becak yang tentu saja statusnya jauh sekali dibawahku. Sayup-sayup aku mendengar suara seseorang membuka dan menutupkan pintu pagar rumahku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar